Olala..saya
akhirnya berhasil menulis kembali di Desember yang ceria ini. Akhir-akhir ini
merasa suatu kebanggaan ketika berhasil menuliskan satu postingan saja dalam
sebulan. Ya, ini bukan jalan-jalan terbaru saya, malah, ini sudah berlangsung
hampir 3 bulan yang lalu. Belum ada ide, dan yang paling jelas adalah belum
adanya mood untuk menulis sehingga
mengakibatkan saya menunda cerita kunjungan Sangiran ini hampir 3 bulan lamanya.
Mungkin faktor stressor saya yang
semakin besar akhir-akhir ini. Stressor
jelas berpengaruh pada mood, terutama
mood yang menimbulkan antusiasme
dalam menulis. Sudah cukup. Saya tidak akan memperpanjang pembahasan mengenai stressor, yang jelas saya sudah berhasil
menemukan mood saat ini. Yess!
Sangiran, here i come!
Perjalanan menuju Sangiran
berawal dari rasa penasaran saya akan sejarah. Dari dulu saya memang tertarik
dengan sejarah. Ingatan saya melambung jauh ke masa lalu. Ya, di masa saya
masih duduk di bangku SMP dan mendapatkan pelajaran soal situs pre-histori
Sangiran. Ditambah iming-iming dari si
Muti (seorang kawan dokter hewan) melalui foto-fotonya ketika berkunjung ke
Sangiran. Sangiran yang saya kunjungi sebenarnya terbilang komplit, ya, sebuah
museum pre-histori yang berdiri di situs purbakala yang telah menyumbangkan kontribusi
besar dalam kepurbakalaan dunia. Jadi, di tanah museum Sangiran berdiri
merupakan situs kepurbakalaan besar dimana manusia purba atau Homo erectus ditemukan. Saya pikir akan
sangat disayangkan ketika tidak menyempatkan diri untuk berkunjung ke sana yang
notabene hanya berlokasi di Kab. Sragen, tidak jauh dari Solo. Suatu rencana pun tersusun dengan kakak dan pacarnya
untuk meluncur ke Sangiran dari Solo. Singkat ceritanya, di suatu weekend akhirnya kami bertiga, eh bukan
bertiga, tapi berenam (dengan saudara-saudara Solo) berhasil sampai di
Sangiran! Yihaa..! Saya sudah tidak sabar untuk melihat seberapa menarik dan
besarnya situs purbakala Sangiran kok sampai-sampai disebut sebagai situs
purbakala paling lengkap di Asia bahkan dunia.
Saya bersama gambaran Tvolusi Darwin |
Seperti yang saya lansir dari
beberapa sumber, situs Sangiran terletak di Kabupaten Sragen – Jawa Tengah
dengan luas area mencapai 56 Km2 dan menempati lembah sungai
Bengawan Solo. Areanya mencakup tiga kecamatan yaitu Kalijambe, Gemolong dan
Plupuh di Sragen. Belum lagi, situs ini secara resmi ditetapkan sebagai warisan
budaya dunia no. 593 oleh UNESCO pada tahun 1996 (dokumen WHC 96/ Conf.201/21).
Nah, maka tidak heran jika situs Sangiran dipilih sebagai salah satu destinasi
unggulan dalam program Visit Jawa Tengah 2013. Sangiran memang woth to visit! Apabila para bule saja
penasaran dengan situs purbakala terkaya milik kita, maka sudah sewajarnya kita
harus lebih penasaran dan mencari tahu bukan? Situs ini terletak di negara
kita, bagi saya hukumnya wajib untuk mengunjunginya sebelum saya menutup mata
di suatu saat nanti. Perjalanan Solo - Sangiran kurang lebih kami tempuh dengan
waktu 45-60 menit dengan medan yang memang kurang memadai. Sarana jalan menuju
Sangiran memang bisa dibilang jelek, berlubang di sana-sini. Konon, katanya sih
bukan karena minim perbaikan tapi karena karakter strutur tanah di area
tersebut yang dulunya bekas sungai Bengawan Solo yang mengendap. Jadi, tanah di
area ini senantiasa bergerak sehingga aspalisasi pun tidak pernah berhasil
maksimal.
Sesaat takjub melihat fosil buaya purba ini, ternyata buaya termasuk hewan purba juga ya #thingking |
Berbukit-bukit. Itulah kurang lebih gambaran
jalanan yang saya lalui di area Sangiran hingga saya tiba di gerbang Museum
Purbakalanya. Selain jalanan berbukit, ketika masuk dalam area Sangiran Anda
akan menjumpai sejumlah rumah penduduk yang disulap menjadi galeri yang
menawarkan beragam souvenir berbau purbakala. Rata-rata sih diukir dari
bebatuan yang mengatasnamakan batuan purba. Entah, itu memang batuan purba atau
batuan baru yang diambil dari daerah situs. Siapa yang tahu kan? Sebagian besar batuan tersebut dipahat
dan diukir menyerupai Homo erectus
atau manusia purba Jawa. Oh ya, Sangiran dianggap sebagai situs purbakala
terbesar karena selain Homo erectus,
juga merupakan tempat ditemukannya Meganthropus
paleojavanicus. Ingat kan? Manusia purba yang satu ini juga saya sempat
dengar namanya di mata pelajaran sejarah ketika SMP dulu. Oke fine! Akhirnya sampailah saya dan keluarga di Museum Purbakala
Sangiran. Desain arsitektur gerbang museum yang berbentuk gading gajah purba
mengingatkan saya pada gerbang Taman Safari. Cukup eyecatching! Di gerbang inilah seorang petugas akan datang
menawarkan tiket masuk, baik tiket masuk museum saja atau sekalian menyaksikan
videorama di ruang audiovisual museum yang tentunya harganya berbeda. Seingat
saya untuk tiket masuk museum saja sebesar Rp. 3.000,-/orang sedangkan yang
ingin paket full komplit ditawarkan
Rp. 50.000,-/rombongan. Entah itu harga rombongan merupakan harga resmi atau
tidak, yang jelas saya hanya memilih tiket museum non video rama. Mengapa?
Suasana siang itu sangat terik, dan berdasarkan hasil googling saya menyebutkan bahwa museum ini berukuran luas kali
besar. Jadi, cukup jalan-jalan di museumnya saja kali ya, nonton videonya
kapan-kapan deh..hehe!
Gambaran sosialita para Homo erectus :D |
Oke saatnya memasuki museum. Ini
merupakan museum pertama di luar Jogja yang saya kunjungi setelah berusaha
menamatkan semua museum di Jogja. And you
know? Sampai saat ini saya belum
berhasil menamatkannya, biasa, potret museum Indonesia yang justru
terkesan ogah dikunjungi. Mari kembali saja ke museum Sangiran ya! Haha..Museum
Sangiran terbagi menjadi beberapa ruang, eh, seingat saya terbagi menjadi 3
ruang atau grup yang setiap ruangnya punya cerita tersendiri. Di ruang yang
pertama, saya dihibur dengan berbabagi fosil hewan purba mulai dari kerbau,
reptil (buaya) dan berbagai hewan purba yang lain. Oh ya, juga terdapat fosil
tengkorak berbagai manusia purba di ruangan ini! Kalau saya lihat-lihat sih
bentuk tengkoraknya lebih menyerupai kera. Hmm..kembalilah ingatan saya ke
teori evolusi Darwin. Terima nggak
terima. Jujur, saya kurang setuju apabila dibilang keturunan kera, tapi, kok,
struktur anatomis tengkorak manusia purba ini memang menyerupai kera ya?!.
Hadeehh..sudahlah, saya lebih suka dibilang keturunan Adam dan Hawa saja. Eh,
tapi saya tetap menyempatkan berfoto di salah satu diorama kaca yang
menggambarkan teori evolusi Darwin di ruangan pertama ini. Bagus sih! Selanjutnya saya memasuki ruangan kedua. Di
ruangan kedua ini beragam diorama terkait evolusi bumi dan benua-benuanya
dihadirkan. Juga beberapa teori-teori evolusi. Intinya ruangan kedua ini lebih
berbicara banyak soal ilmu pengetahuan tentang evolusi. Topik yang menarik di
ruangan kedua ini adalah saya dapat melihat fosil manusia purba utuh yang
dipamerkan sekaligus dengan tanah dimana ia ditemukan. Mengapa? Karena
tulang-tulangnya sudah menyatu, membatu dengan batuan disekitarnya. Hoho..saatnya
melanjutkan ke ruangan ketiga. Di Ruangan ketiga ini hanya berisi diorama
buatan yang menggambarkan pola kehidupan sehari-hari sang manusia purba. Mulai
dari aktivitas berburu, struktur keluarga dan lain-lainnya. Intinya, saya
kurang tertarik dengan ruangan ketiga ini. Mungkin lebih tepat bagi adek-adek
usia sekolah, bukan saya. Eh, saya masih sekolah kok! Ya, sekolah lagi yang
membuat frekuensi jalan-jalan dan menulis saya jauh berkurang.
Saya bersama replika Homo erectus |
Cukup-cukup. Saya sebaiknya
jangan berbicara terlalu banyak soal kuliah magister yang dihubungkan dengan
hobi traveling saya. Jelas nggak akan pernah nyambung! Oke, saya
sudahi postingan kali ini. Pesan saya, bangsa yang besar adalah yang menghargai
sejarahnya. Mari menikmati kekayaan yang kita punya di Indonesia tercinta ini.
Jika para bule saja berlomba-lomba datang ke Sangiran untuk melakukan
penelitian, maka kita yang notebene adalah warga negara Indonesia sudah
sewajarnya mempunyai curiosity yang
lebih dong ya! Minimal tengoklah jika terlalu rumit untuk kita mempelajarinya
secara mendalam. Indonesia still awesome! Kenali negerimu, Cintai Negerimu, sob!
Saya bersama kakak tercinta di penghujung museum Sangiran :) |
waahhhhh..terakhir kesana 2 atau 3 th lalu,,,
BalasHapussepertinya semakin bagus museumnya..
tidak sia-sia perbaikan yg dilakukan selama ini
not bad kok museumnya...seperti biasa, museum bisa dijadikan sarana edukasi alternatif..asal, pengelola dan pengunjungnya memang ada "gairah"...masih sering sedih lihat potret museum negeri sendiri...hahaha...lets the time reveal :)
Hapusmanusia purba berkunjung ke tempat manusia purba..
BalasHapusyang komen juga bagian dari manusia purba juga to? hahahah....aseekk tumben kali kau komen di blogku :)
Hapusmampir blog ane gan..
HapusBelajarDokterHewan.blogspot.com