Senin, 08 Agustus 2011

Yogyakarta, The Lovely City Part 2 (Nge-BoLang)



bentuk wagu saya dan kawan-kawan saat di makam raja-raja Kotagede




Sore-sore gini sambil menunggu waktu berbuka, akhirnya saya memilih untuk mengisi waktu dengan menuliskan cerita jalan-jalan saya saja. Saya merasa menulis lebih baik daripada tidur, mumpung sedang ada niat dan ide untuk menulis jadi akan saya manfaatkan dengan baik moment ini. Kali ini saya akan menceritakan mengenai perjalanan saya yang belum usai untuk “mencicipi” wisata di Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta sendiri memiliki cukup banyak museum, jadi saya berniat untuk melakukan jelajah museum saat weekend tiba. Jelajah museum pertama saya di Kota Yogyakarta sebenarnya agak meleset. Ya namanya museum di negeri kita..giliran ada orang-orang yang “niat” untuk mengeksplorasi museum, ternyata di sisi lain pihak pengelolanya tidak siap. Mengapa? Berikut cerita saya…
Di hari minggu yang cerah ini (lebih tepatnya cukup terik hahaha)…saya berniat untuk mengunjungi 4 museum yang ada di kota Yogyakarta antara lain Museum Batik, Museum TNI AD, Museum Biologi dan Museum Soedirman. Bisa anda bayangkan dari keempat museum tersebut hanya Museum Biologi UGM yang benar-benar konsisten. Mengapa saya sebut demikian? Tentunya sebelum melakukan perjalanan saya pun “googling” terlebih dahulu untuk memastikan jadwal operasional masing-masing museum dengan tepat. Namun dimana letak konsistensinya? Sebagian besar menyebutkan di Google bahwa hari libur museum-museum tersebut adalah hari senin. Saya pikir itu cukup logis, karena di hari minggu tentunya lebih banyak orang yang ingin berwisata dan dapat mengunjungi museum sebagai salah satu alternatifnya. Faktanya sebagian besar dari museum-museum tersebut tutup di hari minggu dan hanya satu yang beroperasi yaitu museum Biologi UGM yang cukup antusias menyambut kami (saya waktu itu ditemani 2 teman saya yaitu Muti dan Ephay) untuk melihat-lihat koleksi mereka. Ya apa boleh buat..saya dan kedua teman saya lebih tepat menyebutkan jalan-jalan kali ini sebagai BoLang (bukan “bocah petualang”, tapi lebih mengarah ke “bocah ilang” hahaha) karena jadwal kami yang memang dirombak habis-habisan. Sudahlah, lupakan kekecewaan saya dengan potret museum di negeri kita ini, lebih baik saya menceritakan cerita jalan-jalan kali ini yang penuh improvisasi.

Museum Biologi UGM

Kunjungan pertama saya yaitu di Museum Biologi UGM. Ini pertama kalinya saya masuk untuk melihat isinya meskipun saya sering melewatinya. Sejauh ini saya hanya sering melihatnya dari luar ketika saya melewati Jalan Sultan Agung (daerah Pakualaman) tempat dimana museum ini berdiri. Koleksinya lumayan komplit dan terawat mulai dari serangga, ikan, aves, mamalia air, mamalia darat dan tumbuh-tumbuhan ada semua disini dan tersusun rapi lengkap dengan keterangan mulai dari kingdom hingga spesies. Intinya museum ini dapat saya berikan nilai 8 jika range nilainya dari 1 s.d. 10 untuk koleksinya, perawatannya, dan hospitality-nya meskipun menempati bangunan tua. Tiket masuk yang kami peroleh pun cukup menarik, tidak seperti karcis museum pada umumnya yang terkarakter dengan kertas tipis warna hijau, pink, dan kuning layaknya karcis parkir. Kunjungan pertama saya ini bisa dibilang sukses karena selain menambah pengetahuan, hati pun senang =).

stiker jadul yang saya temukan tertempel di salah satu etalase

Selanjutnya saya dan kedua teman saya berkunjung ke Puro Pakualaman berhubung masih berada di daerah yang sama dengan Museum Biologi tadi. Puro Pakualaman atau yang bisa disebut sebagai Keraton Pakualaman ini merupakan kediaman Pakualam yang selalu menjadi wakil gubernur provinsi D.I. Yogyakarta. Bangunannya pun relatif sederhana tapi tetap saja berkarakter jawa yang kuat. Di dalamnya terdapat museum yang lagi-lagi juga tutup di kala hari minggu tiba. Jujur, saya sedikit menyesalkan museum-museum yang tutup ini. Namun di lain sisi, Puro Pakualaman masih memiliki bangunan yang dapat dinikmati karena kekhasannya. Berbentuk Joglo dengan pelatarannya yang berisikan seperangkat gamelan dan kursi ukir kayu membuat saya selalu menghargai hasil budaya ini. Ditambah dengan struktur gerbang yang klasik yang saya yakin pasti di jaman dahulu pintu ini dijaga oleh prajurit Keraton. Di depan gerbang terdapat alun-alun mini yang didalamnya terdapat sepasang pohon beringin, yang merupakan ciri khas dari bangunan keraton. Asyiknya lagi, di pelataran alun-alun ini banyak pedagang kaki lima yang menajajakan beragam makanan dan minuman. Sayang saya sedang berpuasa (bukan karena tidak makannya lho, tapi lebih kepada menikmati suasananya yang harus saya lewatkan kali ini).

di depan gerbang Puro Pakualaman
Puro pakualaman pun selesai. Berhubung tidak adanya opsi tujuan berikutnya (benar kan?kami sangat tepat untuk disebut nge-bolang, bocah ilang haha) akhirnya kami memutuskan untuk mengunjungi Taman Budaya. Biasanya Taman Budaya yang letaknya di balik pasar Beringharjo ini tidak pernah sepi akan event-event yang berbau seni dan budaya. Apalagi di Taman Budaya ini juga terdapat Museum Anak Kolong Tangga. Sayang sekali lagi, saya kurang berjodoh dengan museum sepertinya untuk hari ini. Bangunan Hall Taman Budaya sedang dalam renovasi sehingga saya dan kedua teman saya pun batal mengunjungi Museum Anak Kolong Tangga yang terletak di bawah Hall. Namun demikian, apa saya bilang? Taman Budaya tidak pernah sepi akan event budaya. Yup! Di bagian lantai dasar ternyata sedang diadakan pameran tunggal oleh Komroden Haro yang merupakan seniman asli Jogja berjudul “Mencatat Batu”. Menurut saya, beliau menampilkan karya yang simple namun berbicara banyak melalui pahatan-pahatan batu yang luar biasa cantik. Jangan disangka untuk masuk ke dalamnya sangat mahal, karena pameran ini gratis tiss...! dan terbuka untuk umum. Cukup bermodalkan mengisi buku tamu, kita dapat langsung menikmatinya. Event-event seperti pameran memang sangat sering diadakan di Taman Budaya dengan free charge
bersama salah satu karya dalam "Mencatat Batu"

Keluar dari ruang pameran (masih di arena Taman Budaya) saya disuguhi sekelompok mbak-mbak sedang berlatih menari jawa gaya Yogyakarta dengan alunan suara gending (baca: lagu iringan untuk menari) yang sangat menarik. Mereka menari bersama dengan luwesnya di area pelataran Taman Budaya. Bagi saya lokasi ini memang tepat disebut sebagai Taman Budaya karena sarat akan nuansa budaya dan seni. Bukan saja tempatnya tapi juga orang-orangnya yang memanfaatkan area ini untuk mengekspresikan diri dalam seni. Taman Budaya pun saya tinggalkan. Saya, Muti dan Ephay melanjutkan perjalanan menuju Taman Pintar yang lokasinya berdekatan dengan Taman Budaya. Cukup dengan jalan kaki sekitar 5 menit (tapi kami lebih tertarik untuk mengendarai motor ;p) kita sudah dapat menjangkaunya.
Taman Pintar? Yup! yang ada di pikiran kita ketika pertama kali mendengar namanya pasti akan berpikir kalau ini merupakan arena yang sarat akan kreativitas yang menonjol. Memang benar! Taman ini dibuat sebagai sarana bagi anak-anak agar dapat melatih kreativitas, imajinasi dan kecerdasan mereka. Jujur ini sudah ketiga kalinya saya mengunjungi lokasi ini. Taman ini terbagi menjadi beberapa bangunan antara lain gedung Oval (gedung utama), Memorabilia, dan Arena Bermain. Gedung oval merupakan gedung utama yang didalamnya berisi pengetahuan tentang tata surya, perubahan energi dan masih banyak lagi yang disajikan dengan menarik melalui alat peraga. Tentu menarik bukan? Apalagi bagi anak-anak yang umumnya memiliki imajinasi luar biasa. Tapi saya sudah tidak ingin masuk ke gedung Oval pada kunjungan kali ini meskipun cukup dengan membayar tiket Rp. 15.000,-. Kali ini saya lebih memilih untuk menikmati playground atau arena bermainnya saja. Bagi saya playground ini sangat menarik bagi anak-anak karena dilengkapi dengan labirin, kolam pancuran, dan miniature-miniatur area seperti area pedesaan atau rumah batik dimana kita dapat belajar membatik disana. Saya pun mencoba untuk membatik (ketika saya terakhir ke Taman Pintar, arena rumah batik ini belum ada!) dan cukup dengan membayar tiket Rumah Batik Rp.5000,- saya pun sudah dapat membatik dan membawa hasil batikan saya di atas kain persegi kecil. Hmm lumayanlah, menghabiskan waktu di Rumah Batik ini menjadi penutup acara nge-bolang saya hari ini.


batik "made in" sendiri haha (lumayanlah..)

Oh ya, di luar acara nge-bolang saya tadi, saya ingin sedikit menceritakan jalan-jalan wisata saya yang dapat anda pilih sebagai wisata ziarah di Kota Yogyakarta. Yup! Wisata ziarah ini terletak di makam raja-raja mataram yang berlokasi di Kotagede selain makam raja-raja yang terdapat di Imogiri, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta. Makam raja-raja di Kotagede ini merupakan makam raja-raja pertama mataram beserta keluarganya. Dengan bangunannya yang unik, ciri khas yang menarik lagi yang ada di sini yaitu kita diharuskan memakai pakaian jawa yaitu sorjan lurik, jarik, dan blankon bagi yang pria, sementara yang wanita diharuskan memakai kain kemben dan jarik dengan biaya sewa yang sama yaitu Rp.10.000,-/orang. Setelah itu kita akan dihantar oleh seorang abdi dalem untuk berziarah ke makam. Kebetulan kunjungan saya saat itu karena saya diajak menemani seorang teman yang sering berziarah ke sana, dan ini menjadi pengalaman yang menarik, karena saya tidak mungkin berziarah ke makam bila seorang diri dan melantunkan permohonan (baca: bukan tipe saya hehehe). Area makam ini juga dilengkapi dengan masjid, serta pemandian putra dan putri yang masih dijaga keasliannya dari jaman dahulu. Di kolam pemandian tersebut berisikan ikan-ikan terutama lele raksasa yang konon katanya apabila kita dapat melihat lele raksasa transparan dan terlihat tulang-tulangnya maka kita akan beruntung atau terwujud permohonannya. Setelah mengunjungi makam raja-raja ini, jangan lupa untuk mampir ke gerai sekaligus pabrik Cokelat Monggo (Cokelat Asli Jogja) dengan rasa-rasa yang sangat menarik untuk dicoba, juga kerajinan perak yang dapat ditemukan dengan mudah di Kotagede.

Gerbang Makam Raja-raja mataram di Kotagede

Inilah rincian biaya selama jalan-jalan saya di Yogyakarta, The Lovely City Part 2:
Museum Biologi UGM            Rp.3000,-
 Puro Pakualaman                   free charge
 Pameran di Taman Budaya     free charge
Rumah batik di Taman Pintar  Rp. 5000,-
   Sewa kostum Jawa                 Rp. 10.000,-


museum biologi UGM

di antara koleksi ikan @ Museum Biologi UGM

Puro Pakualaman =)

ceritanya ini paket yang ditali-tali @ Pameran "Mencatat Batu"

Belum Pas ya ternyata?? @Pameran "Mencatat Batu"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar