Rabu, 08 Februari 2012

Antara Ngarsopuro dan Triwindu


Saya bersama koleksi topeng di Triwindu

         Solo memang ngga ada matinya kalau urusan belanja. Ya, sedari awal saya menyadari bahwa salah satu jenis wisata yang sangat diandalkan oleh Kota Solo adalah wisata belanja. Kota yang sarat akan budaya Jawa ini memang asyik untuk ditelusuri, terutama setiap sudut wisata belanjanya. Pada postingan sebelumnya (2 Hari Menantang Matahari-red) saya membawakan tema wisata batik di Solo, ya,  mulai dari Kampung Batik sampai Pasar Batik yang ada di sana dengan beragam motif batik yang cukup murah tentunya. Hmm..suatu keisengan akhirnya membawa saya menelusuri sudut wisata belanja yang lain. Ya, di suatu weekend  dimana posisi saya masih sangat santai (baca: karena masih sebagai jobseeker) akhirnya membuat saya lebih sering menyambangi kota budaya di Jawa Tengah ini ketika weekend tiba. Cukup dengan menggunakan kereta api ekonomi Prameks (Prambanan Ekspress) dengan rute Jogja-Solo PP maka saya pun sudah bisa berpergian dengan cukup nyaman (walaupun akhir-akhir ini saya lebih sering tidak kebagian tempat duduk di Prameks) hanya dengan membayar Rp. 10.000,-. Hehehe..apalagi di Solo ada Mas Billy (calon kakak ipar nih!) yang kamarnya selalu open untuk saya tiduri ketika saya mengunjungi Solo. Jadi saya tidak perlu berpikir panjang lagi jika ingin menghabiskan weekend di Kota Solo yang bagi saya memiliki suasana unik tersediri, yang berbeda dengan Jogja, meskipun saya sangat cinta Jogja.
                Sebenarnya cerita jalan-jalan saya ini baru terjadi seminggu yang lalu. Ya, dimana keinginan untuk menikmati wisata belanja yang berbeda di Solo bertemu dengan moment yang pas, yaitu ajakan dari dua orang kawan, Rian dan Salam yang ingin berburu barang antik di Solo. Sekedar informasi saja, kawan saya yang bernama Salam ini memang sering berburu barang antik untuk selanjutnya dijual via ebay dan sering meraup keuntungan yang lumayan lho..! Jadi mengapa tidak? Saya sendiri tidak ada agenda berarti di weekend itu. Setelah berdiskusi super kilat akhirnya kami bertiga memutuskan untuk mengendarai sepeda motor daripada menggunakan Prameks untuk menuju Solo. Selain lebih efisien, sebenarnya kami tidak ingin terpancang oleh jadwal Prameks, mengingat rencana ini bisa dibilang sangat mendadak sore itu. Maka berangkatlah saya dan kawan-kawan menggunakan sepeda motor. Kami menempuh waktu perjalanan kurang lebih 1,5 jam dan akhirnya kami pun sampai di Solo saat petang, dengan bonus hujan tentunya. Sedikit basah di celana jeans saya bagian lutut, sehingga saya pun segera membersihkan diri sesampainya di rumah Mas Billy. Segera? Hmm..engga juga ding, saya menghabiskan waktu 1 jam-an untuk berleyeh-leyeh terlebih dulu bersama dua kawan saya, sebelum akhirnya memutuskan untuk mandi. Kami pun satu per satu bergantian mandi, karena kami ingin menuju wisata belanja di malam harinya Solo! Hehehe..Ternyata cuaca tidak mendukung, hujan kembali turun dengan lumayan deras. Namun itu pun tidak membuyarkan niat saya, Rian dan Salam untuk mengunjungi destinasi belanja yang pertama yaitu Ngarsopuro Night Market!

Acara live music yang saya temui di Ngarsopuro Night Market

Ya, Ngarsopuro adalah pasar yang menjual beragam pernak-pernik, baju batik, dan kerajinan khas Solo yang buka di malam hari. Pasar ini hanya beroperasi ketika weekend saja, jadi tentunya tidak boleh saya lewatkan ketika berkunjung ke Solo seperti pada saat itu. Nigh market ini berlokasi di antara city walk Jl.Slamet Riyadi (di bagian selatan) dan Keraton Mangkunegaran (di bagian utara). Tampak sebagai satu koridor yang ramai dengan tenda-tenda penjual kerajinan di sisi kanan dan kirinya, serta jalan kosong di bagian tengahnya menyajikan suasana yang nyaman bagi para wisatawan yang ingin berbelanja atau sekedar jalan-jalan. Sungguh menyenangkan!. Seperti yang disebutkan oleh Pak Jokowi (Walikota Solo) dalam sebuah surat kabar, meskipung Ngarsopuro ini bertitel Night Market tapi sama sekali tidak meninggalkan unsur njawani-nya. Ya, itulah kesan yang saya dapatkan ketika melihat hampir seluruh dagangan merupakan asli buatan Solo. Apalagi malam itu, saya dan kedua kawan saya berkesempatan untuk mampir sejenak di panggung live music yang berada di bagian tengah Ngarsopuro ini. Saya sempat mendengar bahwa pertunjukan musik di Ngarsopuro ini diadakan rutin setiap minggunya, dengan menghadirkan musisi dan seniman lokal. Wah oke banget lah sebagai referensi wisata belanja di Solo!. Selesai mampir di panggung musik, kami pun menyusuri pasar Ngarsopuro ini sambil melihat-lihat siapa tahu ada barang yang menarik untuk dijual kembali. Beberapa perhatian kami tertuju pada kerajinan-kerajinan hasil industri kreatif di Solo seperti pajangan miniatur yang menggambarkan kehidupan tradisional Indonesia. Miniatur ini dibuat dengan sangat detail dengan memanfaatkan bahan-bahan alam seperti kayu, biji-bijian, dan dedaunan. Kreatif lah intinya! Bahkan miniatur lampu teplok di dalam sebuah gubuk pun dibuat sangat mirip sesuai aslinya. Pantas saja pajangan miniatur ini dipatok dengan harga cukup mahal, sesuai dengan ukurannya. Saya bisa membayangkan bagaimana njlimet-nya membuat detail per detail dari miniatur tersebut dengan serius.

Miniatur yang serba detail!
Salah satu miniatur yang menggambarkan seorang pelukis

Perhatian kami selanjutnya jatuh pada mainan edukasi anak-anak berbau Jawa. Ya, sedikit advertisement lah ya, mainan edukasi ini bermerk Cil-Cil, suatu produsen mainan edukasi anak yang berbahan dasar kayu dan berpusat di Solo. Saya sempat tertarik untuk membeli boneka kayu mini yang menggambarkan karakter keluarga (ada nenek, kakek, ayah, ibu, anak perempuan dan anak laki-laki). Sepertinya seru saja jika dipajang di atas TV atau rak buku saya. Boneka karakter berukuran mini ini pun tersedia dalam beragam seri, ada seri profesi, seri robot, bahkan seri hantu. Selain boneka karakter, Cil-Cil juga memproduksi puzzle dan mainan edukasi lainnya. Beberapa diantaranya juga mengangkat tokoh Punokawan (Gareng, Petruk, Semar dan Bagong) dalam versi kartun. Menarik bukan?.

Ini dia mainan-mainan edukasi yang kreatif dari Cil-cil

Perhatian berikutnya, jatuh pada kerajinan miniature kapal berbahan dasar batik. Saya pun sempat mengobrol dengan si Bapak Penjual yang sekaligus juga merupakan perajinnya. Beragam harga ditawarkan sesuai dengan ukuran. Mulai dari Rp. 35.000,- untuk kapal sederhana berukuran kecil, bahkan sampai ratusan ribu rupiah untuk kapal besar yang menawan. Lagi-lagi ini menjual ide! Saya setuju bahwa hasil pengolahan pikiran manusia sangat layak untuk dibayar mahal. Malam pun semakin larut dan akhirnya saya pun mengakhiri jalan-jalan saya di Ngarsopuro Night Market ini. Saatnya berisitirahat, mengingat esok hari kami masih memiliki jadwal untuk berburu barang antik di Pasar Triwindu. Ya, sebuah pasar antik yang sebenarnya berlokasi di samping jalan yang ketika malam minggu disulap sebagai area Ngarsopuro Night Market!
Ini dia, miniatur kapal layar berbahan Batik! =)
Saya di halaman Pasar Triwindu

Keesokan harinya kami pun bergegas untuk segera mandi dan sarapan, mengingat pasar Triwindu akan mulai beroperasi pada pukul 09.00 pagi. Beruntung sekali, di depan rumah Mas Billy terdapat seorang ibu yang menjual berbagai menu sarapan sehingga kami pun tidak harus jauh-jauh mencari sarapan. Mulai dari opor, sambal goreng dan berbagai masakan lainnya yang disajikan dalam kondisi hangat terasa sangat bersahabat dengan lambung kami di pagi itu yang cenderung dingin. Selesai sarapan, kami bergegas untuk mengemas ransel kami dan segera berpamitan. Saya, Rian dan Salam memang berencana untuk menghabiskan waktu sepagian ini hingga siang nanti dengan berburu barang antik, dan selanjutnya langsung kembali ke Jogja. Ya, akhirnya kami sampai di Pasar Triwindu sekitar pukul 09.10 WIB. Tampak sederetan kios dengan pintu yang terbuat dari kayu teplitur coklat nan apik. Dari awal memasuki kawasan ini, saya sudah sangat tertarik dengan suasananya yang njawani banget!

Salah satu sudut Triwindu, bisa dilihat kan barang apa saja yang bisa dicari di sana! =)
\
Koleksi yang menarik untuk diburu di Triwindu!

Apalagi ada salah satu kios yang memajang koleksi topeng dagangannya dengan sangat rapi dan artistik sehingga saya pun menyempatkan berfoto di depannya. Wajar jika Pasar Triwindu ini menjadi tujuan para wisatawan mancanegara. Di sana dijual beragam barang antik yang tentunya jarang ditemukan di tempat lain. Mulai dari kartu pos, perangko, uang kertas dan koin, pajangan, kain batik lawas, lampu hingga Gramafon yang masih bisa “bernyanyi” dengan baik. Berdasarkan informasi yang saya peroleh dari web, Pasar triwindu ini merupakan pasar antik terbesar di Jawa Tengah dan jika beruntung, kita dapat menemukan pusaka keraton di sana. Pusaka-pusaka itu bukan dijual oleh pihak Keraton tentunya, tapi kemungkinan merupakan barang yang dihadiahkan kepada para Abdi Dalem dan selanjutnya dijual di Triwindu ini. Ya, apapun itu, Pasar Triwindu ini menghadirkan suasana yang menyenangkan untuk berbelanja atau bahkan sekedar window shoping bagi wisatawan. Belum lagi keramahan dari para pedagang di sana, saya jamin Anda betah untuk berlama-lama di Pasar Triwindu ini! Indonesia still awesome, with lot of Cultures and Traditions, Indonesia always worth to visit!

Gramafon antik yang masih merdu bernyayi

Salam, Saya dan Rian di halaman depan Triwindu

2 komentar:

  1. ak dah pernah ke triwindu jik,, hahahahaaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Keren ya..seandainya aku punya rumah sendiri nie..pasti aku akan lebih berburu barang antik untuk menghias rumahku nanti ehehehe..

      Hapus