|
Saya bersama koleksi topeng di Triwindu |
Solo memang
ngga
ada matinya kalau urusan belanja. Ya, sedari awal saya menyadari bahwa
salah satu jenis wisata yang sangat diandalkan oleh Kota Solo adalah wisata
belanja. Kota yang sarat akan budaya Jawa ini memang asyik untuk ditelusuri,
terutama setiap sudut wisata belanjanya. Pada postingan sebelumnya (2 Hari
Menantang Matahari-
red) saya
membawakan tema wisata batik di Solo, ya, mulai dari Kampung Batik sampai Pasar
Batik yang ada di sana dengan beragam motif batik yang cukup murah tentunya.
Hmm..suatu keisengan akhirnya membawa saya menelusuri sudut wisata belanja yang
lain. Ya, di suatu
weekend dimana posisi saya masih sangat santai (baca:
karena masih sebagai
jobseeker)
akhirnya membuat saya lebih sering menyambangi kota budaya di Jawa Tengah ini
ketika
weekend tiba. Cukup dengan
menggunakan kereta api ekonomi Prameks (Prambanan Ekspress) dengan rute
Jogja-Solo PP maka saya pun sudah bisa berpergian dengan cukup nyaman (walaupun
akhir-akhir ini saya lebih sering tidak kebagian tempat duduk di Prameks) hanya
dengan membayar Rp. 10.000,-. Hehehe..apalagi di Solo ada Mas Billy (calon
kakak ipar nih!) yang kamarnya selalu
open
untuk saya tiduri ketika saya mengunjungi Solo. Jadi saya tidak perlu berpikir
panjang lagi jika ingin menghabiskan
weekend
di Kota Solo yang bagi saya memiliki suasana unik tersediri, yang berbeda
dengan Jogja, meskipun saya sangat cinta Jogja.
Sebenarnya
cerita jalan-jalan saya ini baru terjadi seminggu yang lalu. Ya, dimana
keinginan untuk menikmati wisata belanja yang berbeda di Solo bertemu dengan moment yang pas, yaitu ajakan dari dua
orang kawan, Rian dan Salam yang ingin berburu barang antik di Solo. Sekedar
informasi saja, kawan saya yang bernama Salam ini memang sering berburu barang
antik untuk selanjutnya dijual via ebay
dan sering meraup keuntungan yang lumayan lho..! Jadi mengapa tidak? Saya
sendiri tidak ada agenda berarti di weekend
itu. Setelah berdiskusi super kilat
akhirnya kami bertiga memutuskan untuk mengendarai sepeda motor daripada
menggunakan Prameks untuk menuju Solo. Selain lebih efisien, sebenarnya kami
tidak ingin terpancang oleh jadwal Prameks, mengingat rencana ini bisa dibilang
sangat mendadak sore itu. Maka berangkatlah saya dan kawan-kawan menggunakan
sepeda motor. Kami menempuh waktu perjalanan kurang lebih 1,5 jam dan akhirnya
kami pun sampai di Solo saat petang, dengan bonus hujan tentunya. Sedikit basah
di celana jeans saya bagian lutut, sehingga saya pun segera membersihkan diri sesampainya di rumah Mas Billy. Segera? Hmm..engga juga ding, saya menghabiskan waktu 1 jam-an untuk berleyeh-leyeh terlebih dulu bersama dua
kawan saya, sebelum akhirnya memutuskan untuk mandi. Kami pun satu per satu
bergantian mandi, karena kami ingin menuju wisata belanja di malam harinya
Solo! Hehehe..Ternyata cuaca tidak mendukung, hujan kembali turun dengan
lumayan deras. Namun itu pun tidak membuyarkan niat saya, Rian dan Salam untuk
mengunjungi destinasi belanja yang pertama yaitu Ngarsopuro Night Market!
|
Acara live music yang saya temui di Ngarsopuro Night Market
|
Ya, Ngarsopuro adalah pasar yang
menjual beragam pernak-pernik, baju batik, dan kerajinan khas Solo yang buka di
malam hari. Pasar ini hanya beroperasi ketika weekend saja, jadi tentunya tidak boleh saya lewatkan ketika berkunjung
ke Solo seperti pada saat itu. Nigh
market ini berlokasi di antara city
walk Jl.Slamet Riyadi (di bagian selatan) dan Keraton Mangkunegaran (di
bagian utara). Tampak sebagai satu koridor yang ramai dengan tenda-tenda
penjual kerajinan di sisi kanan dan kirinya, serta jalan kosong di bagian tengahnya
menyajikan suasana yang nyaman bagi para wisatawan yang ingin berbelanja atau
sekedar jalan-jalan. Sungguh menyenangkan!. Seperti yang disebutkan oleh Pak
Jokowi (Walikota Solo) dalam sebuah surat kabar, meskipung Ngarsopuro ini
bertitel Night Market tapi sama
sekali tidak meninggalkan unsur njawani-nya.
Ya, itulah kesan yang saya dapatkan ketika melihat hampir seluruh dagangan merupakan
asli buatan Solo. Apalagi malam itu, saya dan kedua kawan saya berkesempatan
untuk mampir sejenak di panggung live
music yang berada di bagian tengah Ngarsopuro ini. Saya sempat mendengar
bahwa pertunjukan musik di Ngarsopuro ini diadakan rutin setiap minggunya,
dengan menghadirkan musisi dan seniman lokal. Wah oke banget lah sebagai
referensi wisata belanja di Solo!. Selesai mampir di panggung musik,
kami pun menyusuri pasar Ngarsopuro ini sambil melihat-lihat siapa tahu
ada barang yang menarik untuk dijual kembali. Beberapa perhatian kami tertuju pada
kerajinan-kerajinan hasil industri kreatif di Solo seperti pajangan miniatur
yang menggambarkan kehidupan tradisional Indonesia. Miniatur ini dibuat dengan
sangat detail dengan memanfaatkan bahan-bahan alam seperti kayu, biji-bijian,
dan dedaunan. Kreatif lah intinya! Bahkan miniatur lampu teplok di dalam sebuah gubuk pun dibuat sangat mirip sesuai
aslinya. Pantas saja pajangan miniatur ini dipatok dengan harga cukup mahal,
sesuai dengan ukurannya. Saya bisa membayangkan bagaimana njlimet-nya membuat detail per detail dari miniatur tersebut dengan
serius.
|
Miniatur yang serba detail! |
|
Salah satu miniatur yang menggambarkan seorang pelukis
|
Perhatian kami selanjutnya jatuh
pada mainan edukasi anak-anak berbau Jawa. Ya, sedikit advertisement lah ya, mainan edukasi ini bermerk Cil-Cil, suatu
produsen mainan edukasi anak yang berbahan dasar kayu dan berpusat di Solo.
Saya sempat tertarik untuk membeli boneka kayu mini yang menggambarkan karakter
keluarga (ada nenek, kakek, ayah, ibu, anak perempuan dan anak laki-laki).
Sepertinya seru saja jika dipajang di atas TV atau rak buku saya. Boneka
karakter berukuran mini ini pun tersedia dalam beragam seri, ada seri profesi,
seri robot, bahkan seri hantu. Selain boneka karakter, Cil-Cil juga memproduksi
puzzle dan mainan edukasi lainnya.
Beberapa diantaranya juga mengangkat tokoh Punokawan (Gareng, Petruk, Semar dan
Bagong) dalam versi kartun. Menarik bukan?.
|
Ini dia mainan-mainan edukasi yang kreatif dari Cil-cil
|
Perhatian berikutnya, jatuh pada
kerajinan miniature kapal berbahan dasar batik. Saya pun sempat mengobrol
dengan si Bapak Penjual yang sekaligus juga merupakan perajinnya. Beragam harga
ditawarkan sesuai dengan ukuran. Mulai dari Rp. 35.000,- untuk kapal sederhana
berukuran kecil, bahkan sampai ratusan ribu rupiah untuk kapal besar yang
menawan. Lagi-lagi ini menjual ide! Saya setuju bahwa hasil pengolahan pikiran
manusia sangat layak untuk dibayar mahal. Malam pun semakin larut dan akhirnya
saya pun mengakhiri jalan-jalan saya di Ngarsopuro Night Market ini. Saatnya berisitirahat, mengingat esok hari kami
masih memiliki jadwal untuk berburu barang antik di Pasar Triwindu. Ya, sebuah
pasar antik yang sebenarnya berlokasi di samping jalan yang ketika malam minggu
disulap sebagai area Ngarsopuro Night
Market!
|
Ini dia, miniatur kapal layar berbahan Batik! =) |
|
Saya di halaman Pasar Triwindu
|
Keesokan harinya kami pun bergegas
untuk segera mandi dan sarapan, mengingat pasar Triwindu akan mulai beroperasi
pada pukul 09.00 pagi. Beruntung sekali, di depan rumah Mas Billy terdapat
seorang ibu yang menjual berbagai menu sarapan sehingga kami pun tidak harus
jauh-jauh mencari sarapan. Mulai dari opor, sambal goreng dan berbagai masakan
lainnya yang disajikan dalam kondisi hangat terasa sangat bersahabat dengan
lambung kami di pagi itu yang cenderung dingin. Selesai sarapan, kami bergegas
untuk mengemas ransel kami dan segera berpamitan. Saya, Rian dan Salam memang
berencana untuk menghabiskan waktu sepagian ini hingga siang nanti dengan
berburu barang antik, dan selanjutnya langsung kembali ke Jogja. Ya, akhirnya
kami sampai di Pasar Triwindu sekitar pukul 09.10 WIB. Tampak sederetan kios
dengan pintu yang terbuat dari kayu teplitur coklat nan apik. Dari awal
memasuki kawasan ini, saya sudah sangat tertarik dengan suasananya yang njawani banget!
|
Salah satu sudut Triwindu, bisa dilihat kan barang apa saja yang bisa dicari di sana! =) |
\ |
Koleksi yang menarik untuk diburu di Triwindu!
|
Apalagi ada salah satu kios yang
memajang koleksi topeng dagangannya dengan sangat rapi dan artistik sehingga
saya pun menyempatkan berfoto di depannya. Wajar jika Pasar Triwindu ini
menjadi tujuan para wisatawan mancanegara. Di sana dijual beragam barang antik
yang tentunya jarang ditemukan di tempat lain. Mulai dari kartu pos, perangko,
uang kertas dan koin, pajangan, kain batik lawas, lampu hingga Gramafon yang
masih bisa “bernyanyi” dengan baik. Berdasarkan informasi yang saya peroleh
dari web, Pasar triwindu ini merupakan pasar antik terbesar di Jawa Tengah dan
jika beruntung, kita dapat menemukan pusaka keraton di sana. Pusaka-pusaka itu
bukan dijual oleh pihak Keraton tentunya, tapi kemungkinan merupakan barang
yang dihadiahkan kepada para Abdi Dalem dan selanjutnya dijual di Triwindu ini.
Ya, apapun itu, Pasar Triwindu ini menghadirkan suasana yang menyenangkan untuk
berbelanja atau bahkan sekedar window
shoping bagi wisatawan. Belum lagi keramahan dari para pedagang di sana,
saya jamin Anda betah untuk berlama-lama di Pasar Triwindu ini! Indonesia
still awesome, with lot of Cultures and Traditions, Indonesia always worth to
visit!
|
Gramafon antik yang masih merdu bernyayi
|
Salam, Saya dan Rian di halaman depan Triwindu |
|
ak dah pernah ke triwindu jik,, hahahahaaaa
BalasHapusKeren ya..seandainya aku punya rumah sendiri nie..pasti aku akan lebih berburu barang antik untuk menghias rumahku nanti ehehehe..
Hapus