Cuma satu kata..Unik! |
Setelah hampir
sebulan berlalu, saya baru sempat memposting cerita jalan-jalan saya kali ini
dalam menyusuri sisi historis Karanganyar
yang bagi saya sangat menarik. Ya, selain memiliki panorama alam yang luar
biasa cantik dengan perkebunan tehnya yang terhampar luas bak karpet hijau,
ternyata kabupaten yang merupakan eks karesidenan Surakarta ini juga menyimpan
jejak historis yang mengagumkan. Berada di kaki Gunung Lawu, tersisa hasil
karya peradaban yang unik dan megah, yaitu Candi Sukuh dan Cetho. Dua nama
candi yang terkenal akan keunikan arsitekturnya yang lain daripada yang lain. Alasan
itulah yang melatar belakangi acara jalan-jalan saya kali ini bersama tim
dokter hewan bahagia yang terdiri dari Desem, Didim, Rian dan Satria. Ya, kami
berlima memang berniat untuk menikmati masa peralihan ini setelah dilantik
sebagai dokter hewan baru pada Desember lalu. Sebagian besar dari kami memang
ingin melanjutkan S2 (termasuk saya akhirnya) yang baru dimulai pada bulan Juli
mendatang, dan sebagian lagi karena sedang menanti masa kerja yang dengan bebas
mereka atur sendiri. Jadi layak kan kalau saya menyebutnya tim dokter hewan
bahagia? karena kami bukan pengangguran tanpa tujuan. Hehe..
Kali ini saya lah yang
bertanggungjawab sebagai EO-nya. Saya pun membawa tanggungjawab sebagai EO ini
dengan santai. Saya cukup berkonsultasi dengan Mas Ariyanto (salah satu penulis
buku Travellicious-red) via sms mengenai kondisi medan dan juga
transportasi umum untuk menuju ke lokasi. Adanya informasi mengenai medan yang
menanjak dengan akses jalan aspal yang kurang memadai, membuat saya dan Satria
tidak mungkin memaksakan sedan Silverios milik Satria sebagai moda tranportasi.
Apalagi, si Silverios ini baru saja mengalami perbaikan di bagian power steering setelah digunakan untuk
menuju Goa Pindul beberapa saat lalu. Ya, opsi pertama adalah menggunakan
trasportasi publik. Meskipun tim saya manut-manut
saja, tapi saya pikir ini tidak cukup efektif. Selain memakan waktu, cuaca di
daerah Solo yang selalu diguyur hujan deras membuat saya cukup pesimis. Akhirnya
saya pun mengandalkan Mas Billy (calon kakak ipar nih..) yang berdomisili di
Solo untuk mencarikan persewaan mobil. Jadi begini
rutenya: kami berlima menggunakan K. A. Prameks dari Jogja dan setibanya di
Solo, kami pun menggunakan mobil Xenia hitam yang berhasil dilobi murah oleh
Mas Billy untuk menuju Karanganyar. Mengingat kali ini merupakan perjalanan
dengan jarak rute yang kami tidak dapat mengira-ngira sebelumnya, maka saya dan
tim ngebolang saya pun sepakat untuk berangkat pagi dengan mengambil jam
keberangkatan Prameks pukul 06.45 WIB.
Hamparan karpet hijau dari kebun teh nan cantik! :) |
Ya, kami pun tiba di Stasiun Balapan pukul 08.00 WIB dengan kondisi perut yang lumayan keroncongan. Saya mana sempat sarapan terlebih dulu, mengingat dari pagi saya sudah sibuk memastikan personil dan urusan kesiapan mobil. Yah, bisa disebut sebagai resiko seorang EO lah ya pastinya. Hehe... Akhirnya kami berlima pun mampir di warung kaki lima yang berada di seberang Stasiun Balapan. Dengan dialek Jawa yang alus, seorang Ibu menyebutkan beberapa menu yang tersedia di warungnya. Saya pun memilih menu jenang tumpang yaitu bubur dengan sayur tumpang (mirip semacam opor menurut saya, tapi pedas) dengan telur rebus dan sambal goreng kentang sebagai lauknya. Nikmat! Menu ini menyapa ramah perut saya. Apalagi ditambah segelas teh hangat yang ikut meramaikan semangat saya di pagi itu. Selesai makan, mobil Xenia hitam yang dikemudikan Mas Billy pun datang. Kami berlima segera naik dan menuju rumah Mas Billy untuk mengantarkannya pulang. Ya, Sabtu itu Mas Billy dapat jatah lembur sehingga tidak bisa ikut mengantarkan kami sampai di lokasi.
Satria, saya dan Rian di Gapura pertama |
It
doesn’t matter. Bagi kami yang tidak
mengetahui rute menuju Karanganyar dengan baik, ini bukan masalah. Saya pun
selalu berucap “Selama ada mulut untuk
bertanya dan duit untuk membayar, kita ga usah khawatir lah ya!”. Kami pun
memadukan keahlian bertanya dan tebak-tebakan kami hingga akhirnya berhasil
sampai di lokasi yang pertama. Ya, Candi Sukuh! Damn, that’s Cool!! Setelah melalui perjalanan menanjak dengan
hamparan karpet hijau yang terbuat dari pohon teh yang cantik, kami sampai pada
sebuah candi yang bergaya bak piramida suku Maya di Meksiko. Mirip banget! Cuma yang ini versi kecilnya dan
tidak seluas bangunan peradaban Maya di Meksiko itu. Keunikan arsitektur Candi Sukuh
yang berbentuk trapesium ini konon katanya menggambarkan masa keruntuhan
Kerajaan Majapahit sehingga tidak mungkin membuat candi yang besar dan megah
kala itu. Hmm..apapun itu, Candi Sukuh ini sungguh cantik!
Candi Sukuh, Awesome! |
Candi sukuh sendiri terbagi menjadi tiga teras. Di teras pertama terdapat sebuah gapura yang dibangun pada tahun 1359 Saka atau 1437 masehi, dan di teras keduanya tertulis tahun 1378 Saka atau 1456 Masehi (Wikipedia-red). Jadi, bisa dibayangkan bukan? Jarak waktu pembangunan antara teras pertama dan kedua ini berlangsung 20 tahun!. Berdasarkan pengamatan awal saya di gapura teras pertama, candi ini memang berada di antara kesan eksotis dan erotis. Haha..Ya, di dalam gapura pertama ini ditemukan simbol kelamin laki-laki. Apalagi di teras yang ketiga, saya menemukan arca laki-laki tanpa kepala yang memegang alat kelaminnya yang hmm..gede banget! Ngga proporsional lah menurut saya. Haha..
Saya bersama meja-meja batu berbentuk kura-kura :) |
Ditambah lagi adanya sebuah mitos yang
menyebutkan bahwa gaya arsitektur candi yang menyerupai vagina ini, konon dapat
digunakan untuk menguji keperawanan seorang gadis! Jika masih perawan, maka
seorang gadis akan berdarah keperawanannya ketika melalui candi ini. Sebaliknya,
jika sang gadis sudah tidak perawan lagi maka yang akan robek adalah kain jarik
yang dipakainya. Jadi tidak berlebihan bukan jika candi ini saya sebut erotis?
Hehe... Di sisi lain, eksotisme Candi Sukuh ini jelas terlihat. Relief yang
unik, arca garuda dan patung berbentuk kura-kura yang tertata apik di lokasi
membuat saya melihat candi ini sebagai peradaban yang eksotis. Apalagi candi
ini merupakan candi Hindu yang berbeda tipenya dengan candi Hindu semacam Candi
Prambanan atau Gedong Songo. Nice! Kami
pun berfoto-foto, entah mengabadikan diri kami (baca: narsis) maupun mengambil
sudut-sudut menarik dari arca, relief dan bangunan induk.
Arca garuda yang terpenggal |
Oke..next destination is Candi Cetho! Lokasinya yang tidak jauh dari
Candi Sukuh membuat candi yang satu ini selalu berada dalam paket wisata yang
harus dikunjungi juga ketika berwisata ke Candi Sukuh. Terletak pada posisi
yang jauh lebih tinggi (1400 dpl), membuat kami benar-benar refresh! Bagaimana tidak? Udara yang
dingin dan segar, bersama dengan kabut putih tebal yang menyelimuti lokasi,
membuat gapura Candi Cetho yang meyerupai pura di Bali ini tampak sebagai
siluet yang cantik! Di aras ketiga di candi ini, saya juga menemukan simbol phallus (alat kelamin laki-laki) yang berukuran
cukup besar, juga beberapa meja berbentuk kura-kura. Berdasarkan informasi yang
saya peroleh, simbol-simbol ini menggambarkan penciptaan atau kehidupan yang
baru. Jadi, meja berbentuk kura-kura ini menggambarkan penciptaan alam semesta
(Dewa Wisnu) sementara phallus menggambarkan
penciptaan manusia. Hmm..saya pun tidak heran ketika mengetahui bahwa candi ini
dulunya digunakan sebagai tempat mensucikan diri untuk menjadi pribadi yang
baru. Bagi saya, pembelajaran mengenai makna-makna yang terdapat pada setiap
candi selalu menarik dan menyimpan makna mendalam tentang kehidupan.
Saya dan teman-teman pun sampai pada
candi utama yang terletak di teras paling atas. Berbentuk mirip dengan Candi
Sukuh (tapi lebih kecil) membuat Candi Cetho ini terkesan lebih sederhana namun
sakral. Di sekelilingnya terdapat rumah-rumah kecil berdinding kayu (hmm,
menurut saya usianya sudah cukup tua) yang mungkin digunakan untuk penyimpanan
pusaka atau tempat yang disucikan karena selalu terkunci rapat dengan gembok
yang besar-besar. Perlu diketahui juga bahwa candi ini masih digunakan sebagai
tempat beribadah umat Hindu hingga saat ini sehingga wajar jika terdapat sebuah
papan yang bertuliskan wejangan untuk menjaga tingkah laku dan tutur kata. Intinya,
bagi saya kedua candi ini, baik Sukuh dan Cetho memiliki keunikan yang sangat
menjual! That’s why I said that they’re truly exotic! Selanjutnya kami
pun mengakhiri perjalanan indah kali ini dengan segera. Indah? Tidak juga!, kami
harus mengalami insiden mobil mogok setelah
kami berkuliner es krim di Solo. Untung sudah sampai di Solo, kalau mobil ini mogok ketika kami masih berada di kaki
Gunung Lawu, maka sudah bisa dipastikan kami tidak langsung pulang ke Jogja
malam itu. Apapun itu, Indonesia is truly beautiful and still
Awesome! Kenali Negerimu, Cintai Negerimu =)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar