Sabtu, 18 Februari 2012

Candi Sukuh dan Cetho: Eksotisme nan Erotis!


Cuma satu kata..Unik!

               Setelah hampir sebulan berlalu, saya baru sempat memposting cerita jalan-jalan saya kali ini dalam  menyusuri sisi historis Karanganyar yang bagi saya sangat menarik. Ya, selain memiliki panorama alam yang luar biasa cantik dengan perkebunan tehnya yang terhampar luas bak karpet hijau, ternyata kabupaten yang merupakan eks karesidenan Surakarta ini juga menyimpan jejak historis yang mengagumkan. Berada di kaki Gunung Lawu, tersisa hasil karya peradaban yang unik dan megah, yaitu Candi Sukuh dan Cetho. Dua nama candi yang terkenal akan keunikan arsitekturnya yang lain daripada yang lain. Alasan itulah yang melatar belakangi acara jalan-jalan saya kali ini bersama tim dokter hewan bahagia yang terdiri dari Desem, Didim, Rian dan Satria. Ya, kami berlima memang berniat untuk menikmati masa peralihan ini setelah dilantik sebagai dokter hewan baru pada Desember lalu. Sebagian besar dari kami memang ingin melanjutkan S2 (termasuk saya akhirnya) yang baru dimulai pada bulan Juli mendatang, dan sebagian lagi karena sedang menanti masa kerja yang dengan bebas mereka atur sendiri. Jadi layak kan kalau saya menyebutnya tim dokter hewan bahagia? karena kami bukan pengangguran tanpa tujuan. Hehe..
            Kali ini saya lah yang bertanggungjawab sebagai EO-nya. Saya pun membawa tanggungjawab sebagai EO ini dengan santai. Saya cukup berkonsultasi dengan Mas Ariyanto (salah satu penulis buku Travellicious-red) via sms mengenai kondisi medan dan juga transportasi umum untuk menuju ke lokasi. Adanya informasi mengenai medan yang menanjak dengan akses jalan aspal yang kurang memadai, membuat saya dan Satria tidak mungkin memaksakan sedan Silverios milik Satria sebagai moda tranportasi. Apalagi, si Silverios ini baru saja mengalami perbaikan di bagian power steering setelah digunakan untuk menuju Goa Pindul beberapa saat lalu. Ya, opsi pertama adalah menggunakan trasportasi publik. Meskipun tim saya manut-manut saja, tapi saya pikir ini tidak cukup efektif. Selain memakan waktu, cuaca di daerah Solo yang selalu diguyur hujan deras membuat saya cukup pesimis. Akhirnya saya pun mengandalkan Mas Billy (calon kakak ipar nih..) yang berdomisili di Solo untuk mencarikan persewaan mobil. Jadi begini rutenya: kami berlima menggunakan K. A. Prameks dari Jogja dan setibanya di Solo, kami pun menggunakan mobil Xenia hitam yang berhasil dilobi murah oleh Mas Billy untuk menuju Karanganyar. Mengingat kali ini merupakan perjalanan dengan jarak rute yang kami tidak dapat mengira-ngira sebelumnya, maka saya dan tim ngebolang saya pun sepakat untuk berangkat pagi dengan mengambil jam keberangkatan Prameks pukul 06.45 WIB.

Hamparan karpet hijau dari kebun teh nan cantik! :)
            
     Ya, kami pun tiba di Stasiun Balapan pukul 08.00 WIB dengan kondisi perut yang lumayan keroncongan. Saya mana sempat sarapan terlebih dulu, mengingat dari pagi saya sudah sibuk memastikan personil dan urusan kesiapan mobil. Yah,  bisa disebut sebagai resiko seorang EO lah ya pastinya. Hehe... Akhirnya kami berlima pun mampir di warung kaki lima yang berada di seberang Stasiun Balapan. Dengan dialek Jawa yang alus, seorang Ibu menyebutkan beberapa menu yang tersedia di warungnya. Saya pun memilih menu jenang tumpang yaitu bubur dengan sayur tumpang (mirip semacam opor menurut saya, tapi pedas) dengan telur rebus dan sambal goreng kentang sebagai lauknya. Nikmat! Menu ini menyapa ramah perut saya. Apalagi ditambah segelas teh hangat yang ikut meramaikan semangat saya di pagi itu. Selesai makan, mobil Xenia hitam yang dikemudikan Mas Billy pun datang. Kami berlima segera naik dan menuju rumah Mas Billy untuk mengantarkannya pulang. Ya, Sabtu itu Mas Billy dapat jatah lembur sehingga tidak bisa ikut mengantarkan kami sampai di lokasi.

Satria, saya dan Rian di Gapura pertama


          It doesn’t  matter. Bagi kami yang tidak mengetahui rute menuju Karanganyar dengan baik, ini bukan masalah. Saya pun selalu berucap “Selama ada mulut untuk bertanya dan duit untuk membayar, kita ga usah khawatir lah ya!”. Kami pun memadukan keahlian bertanya dan tebak-tebakan kami hingga akhirnya berhasil sampai di lokasi yang pertama. Ya, Candi Sukuh! Damn, that’s Cool!! Setelah melalui perjalanan menanjak dengan hamparan karpet hijau yang terbuat dari pohon teh yang cantik, kami sampai pada sebuah candi yang bergaya bak piramida suku Maya di Meksiko. Mirip banget! Cuma yang ini versi kecilnya dan tidak seluas bangunan peradaban Maya di Meksiko itu. Keunikan arsitektur Candi Sukuh yang berbentuk trapesium ini konon katanya menggambarkan masa keruntuhan Kerajaan Majapahit sehingga tidak mungkin membuat candi yang besar dan megah kala itu. Hmm..apapun itu, Candi Sukuh ini sungguh cantik!

Candi Sukuh, Awesome!

            
          Candi sukuh sendiri terbagi menjadi tiga teras. Di teras pertama terdapat sebuah gapura yang dibangun pada tahun 1359 Saka atau 1437 masehi, dan di teras keduanya tertulis tahun 1378 Saka atau 1456 Masehi (Wikipedia-red). Jadi, bisa dibayangkan bukan? Jarak waktu pembangunan antara teras pertama dan kedua ini berlangsung 20 tahun!. Berdasarkan pengamatan awal saya di gapura teras pertama, candi ini memang berada di antara kesan eksotis dan erotis. Haha..Ya, di dalam gapura pertama ini ditemukan simbol kelamin laki-laki. Apalagi di teras yang ketiga, saya menemukan arca laki-laki tanpa kepala yang memegang alat kelaminnya yang hmm..gede banget! Ngga proporsional lah menurut saya. Haha..

Saya bersama meja-meja batu berbentuk kura-kura :)

            Ditambah lagi adanya sebuah mitos yang menyebutkan bahwa gaya arsitektur candi yang menyerupai vagina ini, konon dapat digunakan untuk menguji keperawanan seorang gadis! Jika masih perawan, maka seorang gadis akan berdarah keperawanannya ketika melalui candi ini. Sebaliknya, jika sang gadis sudah tidak perawan lagi maka yang akan robek adalah kain jarik yang dipakainya. Jadi tidak berlebihan bukan jika candi ini saya sebut erotis? Hehe... Di sisi lain, eksotisme Candi Sukuh ini jelas terlihat. Relief yang unik, arca garuda dan patung berbentuk kura-kura yang tertata apik di lokasi membuat saya melihat candi ini sebagai peradaban yang eksotis. Apalagi candi ini merupakan candi Hindu yang berbeda tipenya dengan candi Hindu semacam Candi Prambanan atau Gedong Songo. Nice! Kami pun berfoto-foto, entah mengabadikan diri kami (baca: narsis) maupun mengambil sudut-sudut menarik dari arca, relief dan bangunan induk.

Arca garuda yang terpenggal


            Oke..next destination is Candi Cetho! Lokasinya yang tidak jauh dari Candi Sukuh membuat candi yang satu ini selalu berada dalam paket wisata yang harus dikunjungi juga ketika berwisata ke Candi Sukuh. Terletak pada posisi yang jauh lebih tinggi (1400 dpl), membuat kami benar-benar refresh! Bagaimana tidak? Udara yang dingin dan segar, bersama dengan kabut putih tebal yang menyelimuti lokasi, membuat gapura Candi Cetho yang meyerupai pura di Bali ini tampak sebagai siluet yang cantik! Di aras ketiga di candi ini, saya juga menemukan simbol phallus (alat kelamin laki-laki) yang berukuran cukup besar, juga beberapa meja berbentuk kura-kura. Berdasarkan informasi yang saya peroleh, simbol-simbol ini menggambarkan penciptaan atau kehidupan yang baru. Jadi, meja berbentuk kura-kura ini menggambarkan penciptaan alam semesta (Dewa Wisnu) sementara phallus menggambarkan penciptaan manusia. Hmm..saya pun tidak heran ketika mengetahui bahwa candi ini dulunya digunakan sebagai tempat mensucikan diri untuk menjadi pribadi yang baru. Bagi saya, pembelajaran mengenai makna-makna yang terdapat pada setiap candi selalu menarik dan menyimpan makna mendalam tentang kehidupan.

Saya bersama hamparan keunikan Candi Cetho

            Saya dan teman-teman pun sampai pada candi utama yang terletak di teras paling atas. Berbentuk mirip dengan Candi Sukuh (tapi lebih kecil) membuat Candi Cetho ini terkesan lebih sederhana namun sakral. Di sekelilingnya terdapat rumah-rumah kecil berdinding kayu (hmm, menurut saya usianya sudah cukup tua) yang mungkin digunakan untuk penyimpanan pusaka atau tempat yang disucikan karena selalu terkunci rapat dengan gembok yang besar-besar. Perlu diketahui juga bahwa candi ini masih digunakan sebagai tempat beribadah umat Hindu hingga saat ini sehingga wajar jika terdapat sebuah papan yang bertuliskan wejangan untuk menjaga tingkah laku dan tutur kata. Intinya, bagi saya kedua candi ini, baik Sukuh dan Cetho memiliki keunikan yang sangat menjual! That’s why I said that they’re truly exotic! Selanjutnya kami pun mengakhiri perjalanan indah kali ini dengan segera. Indah? Tidak juga!, kami harus mengalami insiden mobil mogok setelah kami berkuliner es krim di Solo. Untung sudah sampai di Solo, kalau mobil ini mogok ketika kami masih berada di kaki Gunung Lawu, maka sudah bisa dipastikan kami tidak langsung pulang ke Jogja malam itu. Apapun itu, Indonesia is truly beautiful and still Awesome! Kenali Negerimu, Cintai Negerimu =)

Phallus dijepret dari atas :) eksotis atau erotis?

Saya bersama Rian di depan Candi Cetho

Saya, Satria dan Rian di rumah-rumah kayu tradisionil

Papan sopan santun hehe.. (Photo by Satria)

Ini nih tim ngebolang saya kali ini :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar