Senin, 27 Februari 2012

Hectic Trip : Soerabaja!



         Berjudul hetic trip memang sangat tepat dalam menggambarkkan jalan-jalan singkat saya di Surabaya (hanya 2 hari) yang bisa dibilang grusa-grusu. Ya, begitu orang Jawa menyebutnya, jalan-jalan kali ini jauh dari kata nikmat dan santai. Sebenarnya, tujuan utama saya mengunjungi Surabaya adalah memenuhi panggilan wawancara kerja dari salah satu perusahaan perunggasan di sana. Tapi, alangkah sayangnya jika tidak sekaligus memanfaatkan moment ini dengan menjelajahi sudut-sudut pariwisata Surabaya. Apalagi saya adalah tipe orang yang selalu penasaran dengan pariwisata dan kebudayaan yang ditawarkan oleh suatu wilayah. Terlebih lagi ini adalah Surabaya, sebuah kota metropolis yang sarat akan suasana super sibuk, lalu lintas padat dan hiruk-pikuk perkotaan dengan sinar matahari yang selalu terik. Akhirnya rasa Ingin tahu saya semakin besar dan mendorong saya dan Sidik (seorang kolega dokter hewan) untuk stay satu hari lebih lama di Surabaya.

Saya dan ikon Surabaya yang terkenal :)

            Jika pada hari sebelumnya saya memilih untuk menginap di hotel kelas melati di daerah Bungurasih, hari kedua saya cenderung memilih untuk menginap di kost kawan-kawan kolega dokter hewan yang berada di seberang Kebun Binatang Surabaya atau dikenal dengan KBS. Moda transportasinya pun cukup mudah dan nyaman untuk menjangkau area KBS yang terletak di daerah Wonokromo ini. Saya mendapatkan pengarahan dari petugas hotel untuk menggunakan bus Damri tujuan Tunjungan Plaza (TP) dari terminal Bungurasih. Dengan fasilitasnya yang ber-AC dan cukup membayar Rp. 4.000,-/orang saja, bagi saya bus ini cukup nyaman dan yang jelas, murah! Hehehe…Akhirnya sampailah saya dan Sidik di area KBS dengan waktu perjalanan kurang lebih 30 menit. Saya pun segera melihat jam tangan saya yang masih menunjukkan pukul 15.15 WIB. Ini artinya, saya harus mencari pemberhentian terlebih dulu, mengingat kawan-kawan saya yang nge-kost di Surabaya jelas belum pulang dari kantor mereka.

Zoo trip after job interview
            Oke, first trip is Zoo Trip! Ya, selain karena kami masih membawa beban berat dan berpakaian formal (selesai interview-red), lokasi inilah yang paling dekat dan berada di depan mata sehingga menjadi pilihan kami sore itu. Berada persis di samping patung ikan Sura (hiu) dan Buaya yang menjadi ikon kota ini, KBS berdiri cukup eye-catching dengan bagian depannya yang menarik. Saya pun cukup membayar tiket masuk sebesar Rp. 15.000,-/orang dengan tiket yang direkatkan di pergelangan tangan. Awalnya, saya berekspektasi lebih terhadap KBS ini, dengan harapan suasana di dalamnya jauh lebih menarik daripada Kebun Binatang Gembira Loka yang selama seminggu saya kunjungi ketika masih koas dulu. Ternyata..tidak jauh berbeda! Ya, KBS memang memiliki area yang lebih luas, namun tata letak dan suasana yang dihadirkan keduanya hampir serupa. Terlebih saya mengunjunginya ketika sore hari dimana sebagian besar hewan koleksinya sudah masuk ke dalam kandang. Saya hanya sempat bermain bersama seekor unta yang dengan jinak mendekatkan kepalanya untuk saya elus. Well, tempat kunjungan pertama saya di Surabaya ini terkesan biasa saja. Mungkin KBS lebih cocok bagi Anda yang ingin berwisata bersama keluarga dengan anak-anak usia sekolah, atau sebagai destinasi studi wisata jika tujuannya adalah ke Surabaya. Mengapa? Karena KBS jelas menghadirkan sisi edukasi positif bagi anak usia sekolah dengan berbagai koleksinya yang cukup komplit!

Suasana yang dihadirkan cenderung mirip dengan K.B. Gembira Loka di Jogja!

Motif beraneka ragam hewan dalam tiket masuk KBS :)

            Oh ya, tak jauh dari area KBS ini juga terdapat sebuah taman kota yang cukup terkenal yaitu Taman Bungkul. Saya sempat mengunjunginya di suatu sore dan cukup terkesan dengan area ini yang menurut saya sukses sebagai taman kota. Taman yang satu ini berfungsi sebagai pusatnya anak muda Surabaya dalam menyalurkan hobi mereka di tengah hiruk-pikuk lalu lintas kota. Mulai dari tersedianya arena skateboard, jalan setapak dengan taman dan lampu yang tertata apik, hingga arena bermain anak. Ketika saya berkunjung ke sana, banyak muda-mudi yang memanfaatkan taman ini sebagai lahan untuk bebas berekspresi. Ada  yang bermain bola di lapangan tengah, berlatih skateboard, tari modern atau sekedar berjalan-jalan seperti saya yang menikmati suasana sore itu. Well, di dekat taman ini juga terdapat sebuah masjid dengan kompleks makam yang salah satunya adalah makam Kyai Bungkul. Ternyata dari sanalah asal penamaan taman ini. Saya pun menyempatkan sholat Maghrib di sana dan cukup melihat kompleks makam tersebut dari teras masjid, tidak mendekat.
            Oke, saatnya beristirahat! Setelah lumayan capek berjalan-jalan menyusuri KBS, saya pun segera menuju kost kawan saya. Ya, selain menghemat biaya, alasan saya menginap di tempat mereka lebih kepada suasana akrab yang selalu saya rindukan ketika berkumpul bersama kawan-kawan. Mulai dari ngobrol ngalor-ngidul sampai membahas kebodohan-kebodohan kami sambil tertawa bersama. Inilah kehangatan pertemanan yang selalu saya agungkan. Malam itu, saya pun menyempatkan untuk googling terkait tempat wisata yang akan saya kunjungi keesokan harinya. Ya, kawan-kawan saya ini baru sekitar 3 minggu-an berada di Surabaya untuk bekerja. Dan belum ada satu pun yang mengetahui jalur untuk menuju tempat-tempat wisata di sana karena kesibukannya bekerja dari hari Senin - Sabtu!!. Duhh..melihat fenomena ini saya jadi agak menelan ludah. Jika saat weekend pun terbeli untuk berkerja atau sekedar berisirahat di kost, saya sempat berpikir “malas juga bekerja kalau sistem hidupnya seperti ini”. Anyway, tetap sukses buat Efri, Paijo, dan Peyek yang berkarir di sana. Thanks buat tebengan kamarnya brur! :)
            Malam itu saya pun menetapkan empat lokasi dari keseluruhan lokasi yang ditawarkan oleh salah satu web untuk pariwisata Surabaya. Ya, saya sadar betul bahwa keesokan harinya, waktu saya untuk berwisata hanya sampai siang sebelum akhirnya kembali ke Jogja. Empat lokasi itu adalah Museum House Of Sampoerna (HoS), Monumen Kapal Selam (Monkasel), Patung Budha 4 Wajah dan Patung Dewi Kwan Im di Sanggar Agung yang terletak di kawasan wisata Pantai Kenjeran Baru. Trus gimana caranya kesana ya? Haha..saya pun tidak ambil pusing, selama ada mulut untuk bertanya itu adalah urusan gampang bagi saya (baca: takabur—jangan dicontoh!). Keesokan harinya pun tiba dan taraa..prinsip takabur saya ini tidak berlaku untuk sang metropolis Surabaya!. Hiks.. Ke – hetic – an pun dimulai ketika saya mencari lokasi House of Sampoerna (HoS) yang berdasarkan web yang saya baca semalam sangat recommended to visit. Berbekal google map, saya dan Sidik dengan pedenya berjalan kaki mengingat lokasinya yang dekat jika dari KBS (berdasarkan gambaran google map nih..). Ternyata google map juga bisa salah! Damn! Saya pun sudah menyempatkan naik becak dan juga berjalan kaki mondar-mandir di ruas jalan yang sama, sambil bertanya sana-sini tanpa menemukan museum ini. Malah, saya sering dilempar-lempar oleh tukang becak, tukang parkir dan tukang tambal ban yang berlagak sok tahu tentang letak museum ini.
            Di tengah panasnya cuaca Surabaya, mengalami hal semacam ini bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Bahkan saya sempat naik darah karena sudah hampir 1 jam mengelilingi ruas jalan yang sama, tanpa hasil. Sialnya lagi, saya tidak sempat membaca alamat HoS ini di official web nya semalam karena koneksi modem yang lambat. Lengkap sudah! Akhirnya saya tidak bisa mempercayai siapa pun lagi dan memilih untuk naik taksi. Walaupun sedikit mahal, tapi setidaknya saya bisa diantar sampai ke lokasi dengan nyaman. Ketika saya dan Sidik masuk ke dalam taksi, jrengg..suasana aneh pun terdeteksi dengan segera. Bagaimana tidak? melihat si supir taksi dengan wajah yang serem plus bekas piercing yang berjejer di wajah, pelipis dan telinganya, membuat saya sampai mencocokan foto identitas supir yang ada di depan saya dengan wajah asli si supir. Sama sekali ngga mirip! Oh God! Saya sampai mempositifkan pikiran saya berulang kali. Usaha saya untuk berkomunikasi secara atraktif pun selalu dimati-kutukan oleh kekakuan si supir. Yaya, saya pun akhirnya memilih diam dan hanya minta diantar ke Monumen Kapal Selam, mengingat si supir nyentrik yang satu ini juga tidak mengetahui letak HoS secara pasti. Benar-benar jackpot!

Saya bersama KRI Pasopati yang merupakan monumen skala penuh, bukan replika


            Kecewa? Sudah pasti! Bagi saya HoS adalah tempat yang keren walau hanya berdasarkan googling semalam. Tapi apa boleh buat, mungkin saya belum berjodoh dengan HoS untuk kunjungan saya ke Surabaya kali ini. Apalagi perpisahan dengan si supir nyentrik merupakan saat yang paling saya dan Sidik nantikan. Oke, forget it! Akhirnya sampailah saya di Monumen Kapal Selam (Monkasel) yang berada di dekat Delta Plaza. Monumen ini memang terbuat dari sebuah kapal selam asli yaitu KRI Pasopati yang sudah tidak beroperasi lagi di masa kini. Cukup dengan membayar tiket masuk seharga Rp. 5.000,-/orang maka saya pun sudah bisa menikmati suasana kapal selam yang masih terjaga keorisinilannya, sama seperti ketika masih berjaya di masanya. Mulai dari kabin personil, ruang pantau hingga poros torpedo, kesemuanya masih terlihat baik! Jalan-jalan saya di Monkasel ini pun berlanjut dengan memasuki ruang video rama (fasilitas ini sudah termasuk dalam tiket di awal tadi). Ya, selayaknya ruang rapat dengan kursinya yang berderet dan screen besar di depan, maka saya dan Sidik pun dihantarkan menuju gambaran historis perjuangan angkatan laut RI melalui sebuah video. Inilah yang saya suka ketika mengunjungi museum, meskipun sebagian orang menganggapnya membosankan, bagi saya museum selalu menghadirkan kesan “dari tidak tahu menjadi tahu” bagi pengunjungnya. Oh ya, di Monkasel juga tersedia fasilitas kolam renang anak dan untuk yang satu ini pengunjung diharuskan membeli tiket lagi. Tapi saya pikir “emang ada ya yang mau berenang di bawah teriknya matahari?, di tengah kota pula!” Haha..yang jelas, pasti bukan saya orangnya. Feel renangnya pasti ngga bakalan dapet tuh! Hehe.. :)

Saya bersama torpedo-torpedo KRI Pasopati
            Oke, akhirnya saya menutup jalan-jalan saya di Monkasel ini dengan menikmati segelas es jeruk di salah satu warung yang terdapat di Monkasel. Ya, sekalian tanya-tanya juga sih kepada bapak pemilik warung tentang tujuan saya berikutnya yaitu Kawasan Wisata Pantai Kenjeran Baru. Usut punya usut, dari hasil wawancara singkat ini, saya mendapatkan informasi bahwa di Surabaya hanya ada 2 merk taksi yang dapat dipercaya yaitu Blue bird dan Orenz (advertisement sedikit lah ya). Bukannya apa-apa, sebenarnya ini merupakan hasil penilaian masyarakat Surabaya atas realitas yang sering mereka temukan ketika memilih taksi sebagai transportasi publik. Katanya, kedua merk ini tidak banyak bermain tipu-tipu alias memilih jalur yang lebih jauh agar harga argo taksinya pun meningkat. Hmm..perlu dicoba nih. Saya dan Sidik pun akhirnya memilih menggunakan Blue Bird untuk menuju Kawasan Wisata Pantai Kenjeran Baru, dan ternyata opini itu terbukti. Taksi yang satu ini mengantarkan saya dengan cepat dan memiliki pelayanan yang ramah, sungguh berbeda dengan taksi yang saya gunakan untuk menuju Monkasel tadi.

Saya bersama Patung Buddha 4 Wajah, serupa Thailand bukan?

            Ya, tujuan saya berikutnya adalah Kawasan Wisata Pantai Kenjeran Baru. Mengapa tempat ini saya pilih? Hmm..berdasarkan hasil googling semalam, di tempat ini terdapat Patung Budha 4 Wajah yang merupakan replika dari patung serupa yang terdapat di Thailand. Juga, adanya patung Dewi Kwan Im di Sanggar Agung yang berukuran cukup besar dengan latar belakang berupa Selat Madura atau laut lepas. Menarik bukan? Untuk menuju ke kawasan ini ternyata memiliki jarak yang lumayan jauh jika kita berangkat dari area Monkasel. Saya pun harus merogoh kocek sekitar Rp.30.000,- untuk argo taksi, plus Rp. 8.000,- untuk biaya restribusi kendaraan bertipe mobil. Oh ya, saya sarankan untuk menggunakan kendaraan pribadi atau gunakanlah taksi jika ingin menuju kawasan ini. Mengapa? Karena kawasan ini luas banget! Jarak dari loket masuk awal (dimana kita membeli tiket restribusi kendaraan) sampai lokasi Patung Budha 4 Wajah maupun Sanggar Agung ternyata cukup jauh. Saya berani menjamin Anda akan lemas kepanasan jika memilih berjalan kaki dari loket masuk hingga lokasi Sanggar Agung ini.

Lagi, bersama Patung Buddha 4 Wajah


            Ya, untungnya saya memilih untuk menggunakan taksi pada jalan-jalan saya kali ini. Terlebih karena saya tidak ingin mengambil resiko membuang waktu seperti saat mencari lokasi HoS di awal tadi, sementara sore itu juga saya harus kembali ke Jogja. Setidaknya Patung Budha 4 Wajah ini berhasil memberikan hiburan kepada saya di tengah teriknya Surabaya yang jelas bikin kemringet!. Megah, indah, dan berasa seperti di Thailand! Itulah kesan yang saya dapatkan ketika mengunjungi patung ini. Hmm, bahkan arsitekturnya pun dibuat secara detail menyerupai kuil-kuil di Thailand yang selama ini saya sering melihatnya di foto-foto (baca: saya belum pernah ke Thailand). Hehe..akhirnya saya pun menyempatkan berfoto dengan latar kemegahan patung ini sebelum beranjak menuju Sanggar Agung.


Lokasi ini cukup recommended untukAnda kunjungi ketika ke Surabaya

            Sanggar Agung terletak di seberang lokasi Patung Budha 4 Wajah, jadi cukup berjalan kaki sebentar maka kami pun sudah sampai di tempat peribadatan umat Buddha ini. Awalnya saya dan Sidik sempat ragu untuk memasukinya setelah melihat suasana khidmat dari beberapa umat Buddha yang sedang bersembahyang. Bahkan kami pun sempat keluar lagi hanya untuk bertanya apakah kami bisa memasukinya juga. Ternyata Sanggar Agung ini terbuka bagi siapa saja, tentunya dengan tetap menjaga sopan santun untuk tidak menggangu peribadatan di sana. Setelah saya memasuki bangunan utama yang berupa klenteng dengan bau hionya yang khas, maka akhirnya sampailah saya di teras belakang dari klenteng tersebut. Taraa..tampak sebuah gapura naga berukuran besar yang di bagian atasnya terdapat patung Dewi Kwan Im diapit oleh 4 patung dewa dengan latarnya berupa laut lepas! That’s Cool! Cuma ada satu yang terlintas di benak saya saat itu “tidak sia-sia saya berjalan-jalan sejauh ini, lokasi ini sungguh me-refresh saya!”.

Patung Ganesha keemasan ini berada di dekat Patung Buddha 4 Wajah


Ini dia, Patung Dewi Kwan Im yang berlatar laut lepas :)

            Keluar dari Sanggar Agung, saya pun mengunjungi lokasi area bermain anak yang terdapat di Kawasan Pantai Kenjeran Baru ini. Dengan gerbang masuknya yang bergaya kekaisaran Cina, lokasi ini ternyata cukup luas. Beragam ayunan dan sejenisnya terdapat di sana. Deretan penjual souvenir khas laut seperti kerajinan kerang pun berhasil menambah ramainya lokasi ini. Belum lagi muda-mudi yang turut menikmati suasana siang itu dengan pacar atau kawan mereka. Hmm..tapi di lokasi ini saya dan Sidik lebih memilih untuk menjajal perahu motor dengan biaya Rp. 15.000,-/orang demi berjalan-jalan di Selat Madura. Sebenarnya bisa lebih murah, yaitu Rp. 5.000,-/orang jika kita pergi berombongan. Perjalanan di laut kali ini sungguh berbeda jika dibandingkan ketika saya menuju Nusakambangan dari daratan Cilacap maupun ketika saya menuju Pulau Pasir Putih dari Pantai Pangandaran. Panas benerr! Saya pun selalu terpotret dengan mata yang menyipit karena kepanasan, walaupun terdapat atap perahu yang melindungi saya. Bahkan angin yang berhembus pun terasa panas. Sebenarnya saya pun ingin segera kembali ke daratan, tapi ternyata tur perahu ini memiliki jarak yang lumayan jauh dengan waktu yang lumayan lama. Pertama-tama saya dibawa ke arah yang mendekati jembatan Suramadu, tidak sampai persis di jembatannya, tapi setidaknya siluet jembatan ini sudah terlihat di depan mata saya. Berikutnya perahu membawa saya ke area Pantai Kenjeran Lama, yang saat itu ramai oleh pemuda-pemuda yang sedang berlatih olahraga air menggunakan semacam papan surfing dengan layarnya yang berwarna-warni. Entah apa namanya, karena jangan tanya saya mengenai olahraga, jelas saya bukan ahlinya! Hehe.. Jelang merapatnya perahu ke daratan, saya disuguhi pemandangan pohon bakau yang ramai oleh sekawanan burung Kuntul berwarna putih. Burung-burung ini sesekali terbang di atas saya dan berhasil menghiasi birunya langit yang cerah siang itu.

Di belakang saya adalah Selat Madura :)

            Perjalanan singkat saya berwisata di Surabaya ini pun harus saya akhiri. Dengan bantuan seorang adik penjual souvenir, saya pun diantar ke jalan utama dimana saya dapat menaiki lyn (baca: len) untuk pulang menuju area KBS. Berbekal ramah-tamah dengan si supir lyn, saya pun berhasil kembali ke area KBS dengan mudahnya. Cukup berganti lyn  satu kali, dan hanya dengan membayar Rp. 3.000,-/orang/sekali jalan maka perjalanan pulang kali ini jelas terasa murahnya!. Hehe.. Sesampainya di kost area KBS, saya dan Sidik pun segera berkemas untuk mengejar bus Patas tujuan Jogja dari terminal Bungurasih. Bagi saya, wisata metropolis Surabaya ini jelas menghadirkan kesan tersendiri. Jauh dari kata nikmat memang, namun kultur masyarakat perkotaan yang kental dengan kesibukan bekerjanya dan juga lalu lintasnya yang super ramai berhasil menghadirkan suasana berwisata yang lain daripada yang lain. Ya, judul hetic trip bagi saya cukup tepat dalam menggambarkan wisata kota metropolis ini! Indonesia itu kaya, Kenali Negerimu, Cintai Negerimu!

Saya dan Sidik, dengan mata menyipit karena kepanasan :)

4 komentar:

  1. Wah, baru tau di surabaya ada small thailand..hehe. Btw supir taksi nya serem kayaknya.
    Kesimpulannya, aku jd pengen ke surabaya lagi!

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya best, tidak ada yang bisa diandalkan di metropolitan..hrs naik taksi..masyarakatnya pun cenderung acuh..bersyukur tinggal di Jogja, dan semoga tidak berubah menjadi Metropolitan juga..budaya masyarakatnya udh beda jauh..*little thailandnya menarik best,walopun menyengat..supir taksinya memang marmos (marai emosi) lah haha

      Hapus
  2. sayang ya belum semua tempat di surabaya dikunjungi... kalau menurut saya yang menarik memang house of Sampoerna. Tempatnya bagus, sering dibuat prewed. Selain itu ada bus yang mengajak tur keliling tempat2 bersejarah di surabaya (kalau nggak salah)
    Kalau ingin lebih merasakan kawasan metropolisnya bisa main ke Surabaya Barat, ada yang bilang sana itu Singapore of Surabaya...

    Salam kenal :)

    BalasHapus
  3. Salam kenal juga mbak Senandung..iya mbak, konsep metropolis Surabaya memang membuat kearifan lokal nya (sedikit) sulit untuk dilihat dan dirasakan... bahkan untuk mencari lokasi yang saya tuju, lebih baik saya percayakan kepada sopir taksi, itu pun saya memilih taksi2 dengan merek yg dapat dipercaya...Suatu saat nanti saya harus sampai ke House of Sampoerna..Amiinn..*keep traveling mbak, follow blog saya ya :)

    BalasHapus