Berjudul
hetic trip memang sangat tepat dalam
menggambarkkan jalan-jalan singkat saya di Surabaya (hanya 2 hari) yang bisa
dibilang grusa-grusu. Ya, begitu
orang Jawa menyebutnya, jalan-jalan kali ini jauh dari kata nikmat dan santai.
Sebenarnya, tujuan utama saya mengunjungi Surabaya adalah memenuhi panggilan
wawancara kerja dari salah satu perusahaan perunggasan di sana. Tapi, alangkah
sayangnya jika tidak sekaligus memanfaatkan moment
ini dengan menjelajahi sudut-sudut pariwisata Surabaya. Apalagi saya adalah
tipe orang yang selalu penasaran dengan pariwisata dan kebudayaan yang
ditawarkan oleh suatu wilayah. Terlebih lagi ini adalah Surabaya, sebuah kota
metropolis yang sarat akan suasana super
sibuk, lalu lintas padat dan hiruk-pikuk perkotaan dengan sinar matahari yang
selalu terik. Akhirnya rasa Ingin tahu saya semakin besar dan mendorong saya
dan Sidik (seorang kolega dokter hewan) untuk stay satu hari lebih lama di Surabaya.
Saya dan ikon Surabaya yang terkenal :) |
Jika pada hari sebelumnya saya
memilih untuk menginap di hotel kelas melati di daerah Bungurasih, hari kedua
saya cenderung memilih untuk menginap di kost kawan-kawan kolega dokter hewan
yang berada di seberang Kebun Binatang Surabaya atau dikenal dengan KBS. Moda
transportasinya pun cukup mudah dan nyaman untuk menjangkau area KBS yang
terletak di daerah Wonokromo ini. Saya mendapatkan pengarahan dari petugas
hotel untuk menggunakan bus Damri tujuan Tunjungan Plaza (TP) dari terminal
Bungurasih. Dengan fasilitasnya yang ber-AC dan cukup membayar Rp. 4.000,-/orang
saja, bagi saya bus ini cukup nyaman dan yang jelas, murah! Hehehe…Akhirnya
sampailah saya dan Sidik di area KBS dengan waktu perjalanan kurang lebih 30
menit. Saya pun segera melihat jam tangan saya yang masih menunjukkan pukul
15.15 WIB. Ini artinya, saya harus mencari pemberhentian terlebih dulu,
mengingat kawan-kawan saya yang nge-kost
di Surabaya jelas belum pulang dari kantor mereka.
Zoo trip after job interview |
Oke, first trip is Zoo Trip! Ya, selain karena kami masih membawa
beban berat dan berpakaian formal (selesai interview-red), lokasi inilah yang paling dekat
dan berada di depan mata sehingga menjadi pilihan kami sore itu. Berada persis
di samping patung ikan Sura (hiu) dan Buaya yang menjadi ikon kota ini, KBS
berdiri cukup eye-catching dengan
bagian depannya yang menarik. Saya pun cukup membayar tiket masuk sebesar Rp.
15.000,-/orang dengan tiket yang direkatkan di pergelangan tangan. Awalnya,
saya berekspektasi lebih terhadap KBS ini, dengan harapan suasana di dalamnya
jauh lebih menarik daripada Kebun Binatang Gembira Loka yang selama seminggu
saya kunjungi ketika masih koas dulu. Ternyata..tidak jauh berbeda! Ya, KBS
memang memiliki area yang lebih luas, namun tata letak dan suasana yang
dihadirkan keduanya hampir serupa. Terlebih saya mengunjunginya ketika sore
hari dimana sebagian besar hewan koleksinya sudah masuk ke dalam kandang. Saya
hanya sempat bermain bersama seekor unta yang dengan jinak mendekatkan
kepalanya untuk saya elus. Well, tempat kunjungan pertama saya di
Surabaya ini terkesan biasa saja. Mungkin KBS lebih cocok bagi Anda yang ingin
berwisata bersama keluarga dengan anak-anak usia sekolah, atau sebagai
destinasi studi wisata jika tujuannya adalah ke Surabaya. Mengapa? Karena KBS
jelas menghadirkan sisi edukasi positif bagi anak usia sekolah dengan berbagai
koleksinya yang cukup komplit!
Motif beraneka ragam hewan dalam tiket masuk KBS :) |
Oh ya, tak jauh dari area KBS ini
juga terdapat sebuah taman kota yang cukup terkenal yaitu Taman Bungkul. Saya
sempat mengunjunginya di suatu sore dan cukup terkesan dengan area ini yang
menurut saya sukses sebagai taman kota. Taman yang satu ini berfungsi sebagai
pusatnya anak muda Surabaya dalam menyalurkan hobi mereka di tengah hiruk-pikuk
lalu lintas kota. Mulai dari tersedianya arena skateboard, jalan setapak dengan taman dan lampu yang tertata apik,
hingga arena bermain anak. Ketika saya berkunjung ke sana, banyak muda-mudi
yang memanfaatkan taman ini sebagai lahan untuk bebas berekspresi. Ada yang bermain bola di lapangan tengah,
berlatih skateboard, tari modern atau
sekedar berjalan-jalan seperti saya yang menikmati suasana sore itu. Well, di dekat taman ini juga terdapat
sebuah masjid dengan kompleks makam yang salah satunya adalah makam Kyai
Bungkul. Ternyata dari sanalah asal penamaan taman ini. Saya pun menyempatkan
sholat Maghrib di sana dan cukup melihat kompleks makam tersebut dari teras
masjid, tidak mendekat.
Oke, saatnya beristirahat! Setelah
lumayan capek berjalan-jalan
menyusuri KBS, saya pun segera menuju kost
kawan saya. Ya, selain menghemat biaya, alasan saya menginap di tempat mereka
lebih kepada suasana akrab yang selalu saya rindukan ketika berkumpul bersama
kawan-kawan. Mulai dari ngobrol ngalor-ngidul
sampai membahas kebodohan-kebodohan kami sambil tertawa bersama. Inilah kehangatan
pertemanan yang selalu saya agungkan. Malam itu, saya pun menyempatkan untuk googling terkait tempat wisata yang akan
saya kunjungi keesokan harinya. Ya, kawan-kawan saya ini baru sekitar 3
minggu-an berada di Surabaya untuk bekerja. Dan belum ada satu pun yang
mengetahui jalur untuk menuju tempat-tempat wisata di sana karena kesibukannya
bekerja dari hari Senin - Sabtu!!. Duhh..melihat fenomena ini saya jadi agak menelan
ludah. Jika saat weekend pun terbeli
untuk berkerja atau sekedar berisirahat di kost, saya sempat berpikir “malas juga bekerja kalau sistem hidupnya
seperti ini”. Anyway, tetap
sukses buat Efri, Paijo, dan Peyek yang berkarir di sana. Thanks buat tebengan
kamarnya brur! :)
Malam itu saya pun menetapkan empat
lokasi dari keseluruhan lokasi yang ditawarkan oleh salah satu web untuk pariwisata Surabaya. Ya, saya
sadar betul bahwa keesokan harinya, waktu saya untuk berwisata hanya sampai
siang sebelum akhirnya kembali ke Jogja. Empat lokasi itu adalah Museum House
Of Sampoerna (HoS), Monumen Kapal Selam (Monkasel), Patung Budha 4 Wajah dan
Patung Dewi Kwan Im di Sanggar Agung yang terletak di kawasan wisata Pantai
Kenjeran Baru. Trus gimana caranya kesana
ya? Haha..saya pun tidak ambil pusing, selama ada mulut untuk bertanya itu
adalah urusan gampang bagi saya (baca: takabur—jangan dicontoh!). Keesokan
harinya pun tiba dan taraa..prinsip takabur saya ini tidak berlaku untuk sang
metropolis Surabaya!. Hiks.. Ke – hetic – an pun dimulai ketika saya
mencari lokasi House of Sampoerna (HoS) yang berdasarkan web yang saya baca semalam sangat recommended to visit. Berbekal google
map, saya dan Sidik dengan pedenya berjalan kaki mengingat lokasinya yang
dekat jika dari KBS (berdasarkan gambaran google
map nih..). Ternyata google map juga
bisa salah! Damn! Saya pun sudah
menyempatkan naik becak dan juga berjalan kaki mondar-mandir di ruas jalan yang
sama, sambil bertanya sana-sini tanpa menemukan museum ini. Malah, saya sering
dilempar-lempar oleh tukang becak, tukang parkir dan tukang tambal ban yang
berlagak sok tahu tentang letak museum ini.
Di tengah panasnya cuaca Surabaya,
mengalami hal semacam ini bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Bahkan saya
sempat naik darah karena sudah hampir 1 jam mengelilingi ruas jalan yang sama,
tanpa hasil. Sialnya lagi, saya tidak sempat membaca alamat HoS ini di official web nya semalam karena koneksi
modem yang lambat. Lengkap sudah! Akhirnya saya tidak bisa mempercayai siapa pun
lagi dan memilih untuk naik taksi. Walaupun sedikit mahal, tapi setidaknya saya
bisa diantar sampai ke lokasi dengan nyaman. Ketika saya dan Sidik masuk ke
dalam taksi, jrengg..suasana aneh pun
terdeteksi dengan segera. Bagaimana tidak? melihat si supir taksi dengan wajah
yang serem plus bekas piercing yang berjejer di wajah, pelipis
dan telinganya, membuat saya sampai mencocokan foto identitas supir yang ada di
depan saya dengan wajah asli si supir. Sama sekali ngga mirip! Oh God! Saya
sampai mempositifkan pikiran saya berulang kali. Usaha saya untuk berkomunikasi
secara atraktif pun selalu dimati-kutukan oleh kekakuan si supir. Yaya, saya
pun akhirnya memilih diam dan hanya minta diantar ke Monumen Kapal Selam, mengingat
si supir nyentrik yang satu ini juga tidak
mengetahui letak HoS secara pasti. Benar-benar jackpot!
Saya bersama KRI Pasopati yang merupakan monumen skala penuh, bukan replika |
Kecewa? Sudah pasti! Bagi saya HoS
adalah tempat yang keren walau hanya berdasarkan googling semalam. Tapi apa boleh buat, mungkin saya belum berjodoh
dengan HoS untuk kunjungan saya ke Surabaya kali ini. Apalagi perpisahan dengan
si supir nyentrik merupakan saat yang
paling saya dan Sidik nantikan. Oke, forget
it! Akhirnya sampailah saya di Monumen Kapal Selam (Monkasel) yang berada
di dekat Delta Plaza. Monumen ini memang terbuat dari sebuah kapal selam asli
yaitu KRI Pasopati yang sudah tidak beroperasi lagi di masa kini. Cukup dengan membayar
tiket masuk seharga Rp. 5.000,-/orang maka saya pun sudah bisa menikmati
suasana kapal selam yang masih terjaga keorisinilannya, sama seperti ketika
masih berjaya di masanya. Mulai dari kabin personil, ruang pantau hingga poros
torpedo, kesemuanya masih terlihat baik! Jalan-jalan saya di Monkasel ini pun
berlanjut dengan memasuki ruang video rama (fasilitas ini sudah termasuk dalam
tiket di awal tadi). Ya, selayaknya ruang rapat dengan kursinya yang berderet
dan screen besar di depan, maka saya
dan Sidik pun dihantarkan menuju gambaran historis perjuangan angkatan laut RI
melalui sebuah video. Inilah yang saya suka ketika mengunjungi museum, meskipun
sebagian orang menganggapnya membosankan, bagi saya museum selalu menghadirkan
kesan “dari tidak tahu menjadi tahu”
bagi pengunjungnya. Oh ya, di Monkasel juga tersedia fasilitas kolam renang
anak dan untuk yang satu ini pengunjung diharuskan membeli tiket lagi. Tapi saya
pikir “emang ada ya yang mau berenang di
bawah teriknya matahari?, di tengah kota pula!” Haha..yang jelas, pasti
bukan saya orangnya. Feel renangnya
pasti ngga bakalan dapet tuh! Hehe..
:)
Saya bersama torpedo-torpedo KRI Pasopati |
Oke, akhirnya saya menutup
jalan-jalan saya di Monkasel ini dengan menikmati segelas es jeruk di salah
satu warung yang terdapat di Monkasel. Ya, sekalian tanya-tanya juga sih kepada
bapak pemilik warung tentang tujuan saya berikutnya yaitu Kawasan Wisata Pantai
Kenjeran Baru. Usut punya usut, dari hasil wawancara singkat ini, saya
mendapatkan informasi bahwa di Surabaya hanya ada 2 merk taksi yang dapat
dipercaya yaitu Blue bird dan Orenz (advertisement
sedikit lah ya). Bukannya apa-apa, sebenarnya ini merupakan hasil penilaian
masyarakat Surabaya atas realitas yang sering mereka temukan ketika memilih
taksi sebagai transportasi publik. Katanya, kedua merk ini tidak banyak bermain
tipu-tipu alias memilih jalur yang
lebih jauh agar harga argo taksinya pun meningkat. Hmm..perlu dicoba nih. Saya
dan Sidik pun akhirnya memilih menggunakan Blue Bird untuk menuju Kawasan
Wisata Pantai Kenjeran Baru, dan ternyata opini itu terbukti. Taksi yang satu
ini mengantarkan saya dengan cepat dan memiliki pelayanan yang ramah, sungguh
berbeda dengan taksi yang saya gunakan untuk menuju Monkasel tadi.
Saya bersama Patung Buddha 4 Wajah, serupa Thailand bukan? |
Ya, tujuan saya berikutnya adalah
Kawasan Wisata Pantai Kenjeran Baru. Mengapa tempat ini saya pilih?
Hmm..berdasarkan hasil googling
semalam, di tempat ini terdapat Patung Budha 4 Wajah yang merupakan replika
dari patung serupa yang terdapat di Thailand. Juga, adanya patung Dewi Kwan Im di
Sanggar Agung yang berukuran cukup besar dengan latar belakang berupa Selat
Madura atau laut lepas. Menarik bukan? Untuk menuju ke kawasan ini ternyata
memiliki jarak yang lumayan jauh jika kita berangkat dari area Monkasel. Saya
pun harus merogoh kocek sekitar Rp.30.000,- untuk argo taksi, plus Rp. 8.000,-
untuk biaya restribusi kendaraan bertipe mobil. Oh ya, saya sarankan untuk
menggunakan kendaraan pribadi atau gunakanlah taksi jika ingin menuju kawasan
ini. Mengapa? Karena kawasan ini luas banget!
Jarak dari loket masuk awal (dimana kita membeli tiket restribusi kendaraan)
sampai lokasi Patung Budha 4 Wajah maupun Sanggar Agung ternyata cukup jauh.
Saya berani menjamin Anda akan lemas kepanasan jika memilih berjalan kaki dari
loket masuk hingga lokasi Sanggar Agung ini.
Lagi, bersama Patung Buddha 4 Wajah |
Ya, untungnya saya memilih untuk
menggunakan taksi pada jalan-jalan saya kali ini. Terlebih karena saya tidak
ingin mengambil resiko membuang waktu seperti saat mencari lokasi HoS di awal
tadi, sementara sore itu juga saya harus kembali ke Jogja. Setidaknya Patung
Budha 4 Wajah ini berhasil memberikan hiburan kepada saya di tengah teriknya
Surabaya yang jelas bikin kemringet!.
Megah, indah, dan berasa seperti di Thailand! Itulah kesan yang saya dapatkan
ketika mengunjungi patung ini. Hmm, bahkan arsitekturnya pun dibuat secara
detail menyerupai kuil-kuil di Thailand yang selama ini saya sering melihatnya
di foto-foto (baca: saya belum pernah ke Thailand). Hehe..akhirnya saya pun menyempatkan
berfoto dengan latar kemegahan patung ini sebelum beranjak menuju Sanggar
Agung.
Lokasi ini cukup recommended untukAnda kunjungi ketika ke Surabaya |
Sanggar Agung terletak di seberang
lokasi Patung Budha 4 Wajah, jadi cukup berjalan kaki sebentar maka kami pun
sudah sampai di tempat peribadatan umat Buddha ini. Awalnya saya dan Sidik
sempat ragu untuk memasukinya setelah melihat suasana khidmat dari beberapa
umat Buddha yang sedang bersembahyang. Bahkan kami pun sempat keluar lagi hanya
untuk bertanya apakah kami bisa memasukinya juga. Ternyata Sanggar Agung ini terbuka
bagi siapa saja, tentunya dengan tetap menjaga sopan santun untuk tidak
menggangu peribadatan di sana. Setelah saya memasuki bangunan utama yang berupa
klenteng dengan bau hionya yang khas, maka akhirnya sampailah saya di teras
belakang dari klenteng tersebut. Taraa..tampak sebuah gapura naga berukuran
besar yang di bagian atasnya terdapat patung Dewi Kwan Im diapit oleh 4 patung
dewa dengan latarnya berupa laut lepas! That’s
Cool! Cuma ada satu yang terlintas di benak saya saat itu “tidak sia-sia saya berjalan-jalan sejauh
ini, lokasi ini sungguh me-refresh saya!”.
Patung Ganesha keemasan ini berada di dekat Patung Buddha 4 Wajah
|
Keluar dari Sanggar Agung, saya pun
mengunjungi lokasi area bermain anak yang terdapat di Kawasan Pantai Kenjeran
Baru ini. Dengan gerbang masuknya yang bergaya kekaisaran Cina, lokasi ini
ternyata cukup luas. Beragam ayunan dan sejenisnya terdapat di sana. Deretan
penjual souvenir khas laut seperti kerajinan kerang pun berhasil menambah
ramainya lokasi ini. Belum lagi muda-mudi yang turut menikmati suasana siang
itu dengan pacar atau kawan mereka. Hmm..tapi di lokasi ini saya dan Sidik
lebih memilih untuk menjajal perahu motor dengan biaya Rp. 15.000,-/orang demi berjalan-jalan
di Selat Madura. Sebenarnya bisa lebih murah, yaitu Rp. 5.000,-/orang jika kita
pergi berombongan. Perjalanan di laut kali ini sungguh berbeda jika
dibandingkan ketika saya menuju Nusakambangan dari daratan Cilacap maupun
ketika saya menuju Pulau Pasir Putih dari Pantai Pangandaran. Panas benerr! Saya pun selalu terpotret dengan
mata yang menyipit karena kepanasan, walaupun terdapat atap perahu yang
melindungi saya. Bahkan angin yang berhembus pun terasa panas. Sebenarnya saya
pun ingin segera kembali ke daratan, tapi ternyata tur perahu ini memiliki
jarak yang lumayan jauh dengan waktu yang lumayan lama. Pertama-tama saya
dibawa ke arah yang mendekati jembatan Suramadu, tidak sampai persis di
jembatannya, tapi setidaknya siluet jembatan ini sudah terlihat di depan mata
saya. Berikutnya perahu membawa saya ke area Pantai Kenjeran Lama, yang saat
itu ramai oleh pemuda-pemuda yang sedang berlatih olahraga air menggunakan
semacam papan surfing dengan layarnya
yang berwarna-warni. Entah apa namanya, karena jangan tanya saya mengenai
olahraga, jelas saya bukan ahlinya! Hehe.. Jelang merapatnya perahu ke daratan,
saya disuguhi pemandangan pohon bakau yang ramai oleh sekawanan burung Kuntul
berwarna putih. Burung-burung ini sesekali terbang di atas saya dan berhasil
menghiasi birunya langit yang cerah siang itu.
Di belakang saya adalah Selat Madura :) |
Perjalanan singkat saya berwisata di
Surabaya ini pun harus saya akhiri. Dengan bantuan seorang adik penjual
souvenir, saya pun diantar ke jalan utama dimana saya dapat menaiki lyn (baca: len) untuk pulang menuju area
KBS. Berbekal ramah-tamah dengan si supir lyn,
saya pun berhasil kembali ke area KBS dengan mudahnya. Cukup berganti lyn
satu kali, dan hanya dengan membayar Rp. 3.000,-/orang/sekali jalan maka
perjalanan pulang kali ini jelas terasa murahnya!. Hehe.. Sesampainya di kost
area KBS, saya dan Sidik pun segera berkemas untuk mengejar bus Patas tujuan
Jogja dari terminal Bungurasih. Bagi saya, wisata metropolis Surabaya ini jelas
menghadirkan kesan tersendiri. Jauh dari kata nikmat memang, namun kultur
masyarakat perkotaan yang kental dengan kesibukan bekerjanya dan juga lalu
lintasnya yang super ramai berhasil
menghadirkan suasana berwisata yang lain daripada yang lain. Ya, judul hetic trip bagi saya cukup tepat dalam
menggambarkan wisata kota metropolis ini! Indonesia itu kaya, Kenali Negerimu, Cintai
Negerimu!
Saya dan Sidik, dengan mata menyipit karena kepanasan :) |
Wah, baru tau di surabaya ada small thailand..hehe. Btw supir taksi nya serem kayaknya.
BalasHapusKesimpulannya, aku jd pengen ke surabaya lagi!
iya best, tidak ada yang bisa diandalkan di metropolitan..hrs naik taksi..masyarakatnya pun cenderung acuh..bersyukur tinggal di Jogja, dan semoga tidak berubah menjadi Metropolitan juga..budaya masyarakatnya udh beda jauh..*little thailandnya menarik best,walopun menyengat..supir taksinya memang marmos (marai emosi) lah haha
Hapussayang ya belum semua tempat di surabaya dikunjungi... kalau menurut saya yang menarik memang house of Sampoerna. Tempatnya bagus, sering dibuat prewed. Selain itu ada bus yang mengajak tur keliling tempat2 bersejarah di surabaya (kalau nggak salah)
BalasHapusKalau ingin lebih merasakan kawasan metropolisnya bisa main ke Surabaya Barat, ada yang bilang sana itu Singapore of Surabaya...
Salam kenal :)
Salam kenal juga mbak Senandung..iya mbak, konsep metropolis Surabaya memang membuat kearifan lokal nya (sedikit) sulit untuk dilihat dan dirasakan... bahkan untuk mencari lokasi yang saya tuju, lebih baik saya percayakan kepada sopir taksi, itu pun saya memilih taksi2 dengan merek yg dapat dipercaya...Suatu saat nanti saya harus sampai ke House of Sampoerna..Amiinn..*keep traveling mbak, follow blog saya ya :)
BalasHapus