Sabtu, 21 Januari 2012

Menelusuri Semarang Kota – Hari Satu



           Entah apa yang membuat saya tiba-tiba memutuskan untuk melakukan perjalanan ke kota Semarang. Sedari saya kecil (baca: saya sempat hidup di Semarang), saya tidak pernah menganggap kota ini istemewa. Apalagi dengan suasananya yang panas terik dan lalu lintas yang semrawut tanpa ada pengendara  yang mau mengalah. Belum lagi, masalah drainase yang membuat kota ini sulit terhindar dari yang namanya comberan di ruas-ruas jalan, apalagi musim hujan seperti ini. Hahaha.. Apapun itu, terlepas dari berbagai kekurangannya, saya tetap penasaran untuk menelusuri potensi wisata Semarang kota ini yang sebenarnya cukup beragam. Ya, berawal dari saya mengunjungi salah satu toko buku diskon di Jl. Gejayan Jogja beberapa waktu lalu. Biasa, saya sering mengisi waktu luang dengan membaca atau mencari buku di toko buku langganan saya itu. Tidak sengaja, saya membuka-buka buku Travellicious Semarang. Bahkan saya tidak membacanya secara detail, tetapi hanya sekilas dan melihat-lihat gambarnya saja. Lantas, “Kenapa ga ke Semarang aja ya weekend ini?” pikir saya. Selain itu, saya memiliki rasa penasaran yang cukup besar akan berwisata di kota ini. Sedari kecil, ayah saya memang kurang suka berwisata di Kota Semarang. Mentok-mentoknya ya ke mall di area Simpang Lima mengingat ibu dan kakak saya yang hobi window shoping. Atau, kalau engga, ya langsung lewat jalan tol tanpa memasuki wilayah Semarang kota. Haha..akhirnya saya pun menghubungi kawan-kawan SMA saat di Salatiga yang berkuliah di Universitas Diponegoro. Beberapa diantaranya membalas, tapi hanya si Ani yang sempat dan bersedia menemani saya untuk berwisata di Kota Semarang ini. Yupp! Rencana saya beres, tinggal berangkat!
            Oh ya, alangkah lebih baiknya saya kenalkan dulu sobat saya, si Ani ini. Ya, teman saya yang satu ini memang sangat tomboy sedari SMA. Dulu, ketika jaman SMA dengan badannya yang cukup gagah dan potongan rambut pendek membuatnya terlihat maskulin sekali, belum lagi karirnya dalam ekskul bela diri “Merpati Putih”, nah lho? Silahkan dibayangkan betapa tomboy nya teman saya yang satu ini. Hahaha..ngga terasa ternyata saya sudah tidak bertemu dengannya selama 4 tahun (terakhir saya menemuinya di Ambarawa pada tahun 2007). Dan ketika bertemu di daerah Tembalang (tempat saya turun bus), tarraaa..dia datang dengan rambut panjang, blazer dan sepatu cewek. Hahaha..berubah sekali! Memang, saat itu kawan saya ini baru saja pulang dari menyelenggarakan tes potensi diri di salah satu SMA di Semarang. Maklum, anak jurusan psikologi.
            Selepas bertemu dan ngobrol sebentar, saya pun bersama Ani ngangkot menuju rumah pakdhenya Ani, yang notabene merupakan tempatnya ngekost selama kuliah di Semarang. Dan berhubung hari itu adalah hari Jum’at, saya pun diantar menuju masjid terdekat. Tepat pukul 13.00 WIB, selepas saya sholat jum’at dan leyeh-leyeh sejenak, saya pun bersiap untuk menjelajahi Semarang di hari pertama ini!. Ternyata, pola pikir Ani yang menyarankan untuk menggunakan sepeda motor selama berwisata di Semarang sangat relevan dengan prinsip saya, bahwa sepeda motor adalah moda transportasi yang paling fleksibel, efektif dan efisien untuk ngebolang. Ya, selama 2 hari di Semarang, saya ditemani dengan motor Honda 90’an berwarna hitam yang Wow, kemampuannya ternyata melebihi ekspektasi saya. Langkah pertama saya pun menuju losmen dengan lokasi terdekat dari rumah pakdhenya Ani. Ya, losmen ini memang hanya untuk sekedar tidur semalam saja, mengingat Sabtu malam saya diperbolehkan menginap di rumah Ani yang berlokasi di bawah wisata Bandungan di Ambarawa. Losmen yang saya sewa dengan ongkos Rp. 60.000,- ini ya, mau ga mau seadanya. ”Lagian hanya buat tidur ini, saya ke Semarang kan bukan untuk tidur” pikir saya. Selepas urusan losmen saya selesai, mulailah saya berwisata di Semarang.
First : Pagoda Avalokiteswara Watugong

Saya di depan Pagoda Watugong
            Ya, inilah pemberhentian pertama saya di Semarang. Pagoda terbesar di Indonesia ini saya dengar-dengar didesain oleh arsitek dari luar, dan ternyata memang indah dan megah benerrr!. Berlokasi di jalan utama Semarang – Salatiga membuat pagoda ini, saya jamin sangat mudah ditemukan. Untuk masuknya pun kita tidak dipungut biaya, hanya biaya parkir, itupun seikhlasnya! Hehehe…Pagoda yang memang berfungsi sebagai tempat ibadah ini, ya memang memiliki ketentuan-kententuan tertentu seperti harus melepas alas kaki pada batas yang ditentukan dan tidak boleh memasuki ruang dengan patung Budha yang besar, kecuali untuk tujuan sembahyang. Oh ya, di sana juga dijual berbagai souvenir dengan gaya cina seperti pajangan porselin, hiasan-hiasan bahkan sampai peralatan sembahyang. Harganya pun cukup terjangkau. Saya sempat menyesal tidak membeli salah satu dari souvenir-souvenir itu, padahal harga yang saya temui di Klenteng Sam Poo Kong jauh lebih mahal dan tidak terjangkau untuk kantong fresh graduate yang belum memulai kerja seperti saya. Yang jelas, pagoda Watugong ini layak untuk dikunjungi ketika anda berkunjung ke Semarang.
Inilah patung budha yang saya sebutkan tadi, tidak boleh masuk  kecuali sembahyang

Second: Klenteng Sam Poo Kong

Welcome to Sam Poo Kong
            Pemberhentian kedua saya adalah Klenteng Sam Poo Kong. Hmm..namanya yang cukup terkenal tentunya membuat saya tidak ingin melewatkannya. Oh ya, jangan tanya mengenai lokasinya ya, karena saya tidak tahu pasti mengenai lokasi tepatnya Klenteng ini berada, Hehehe..mengingat saya hanya mengikuti instruksi dari Ani untuk menuju ke lokasi di tengah lalu lintas Kota Semarang yang masih saja semrawut. Akhirnya sampailah saya di Klenteng Sam Poo Kong yang luas dan serba merah ini. Untuk tiket masuknya ternyata dibagi menjadi 2 loket yaitu tiket masuk umum dengan biaya Rp. 6.000,-/orang dan tiket masuk khusus dengan biaya Rp. 20.000,-/orang. Lah, bedanya kok jauh banget? Ya, memang, untuk tiket masuk umum kita hanya bisa melihat dan berfoto di depan klenteng tanpa bisa mendekat bahkan masuk ke klentengnya. Sementara dengan tiket khusus, kita dapat mengakses klenteng secara lebih dekat. Biasanya sih, mereka yang membeli tiket khusus karena memang ingin sembahyang. Lagipula akses untuk mendekati klenteng antara tiket umum dan khusus hanya dipisahkan oleh parit buatan sekitar selebar 2 meter saja, ga terlalu berefek kan ya?. Saya pun membeli tiket masuk umum, mengingat masih 2 hari lagi perjalanan saya di Semarang Kota dan Kabupaten yang berarti saya harus berhemat. Hmm..bagi saya, klenteng ini memang bagus, tapi saya merasa Pagoda Watugong jauh lebih valuable untuk dikunjungi. Oh ya, jangan lupa untuk berfoto dengan background klenteng dan patung Laksamana Cheng Ho yang menjadi ikon klenteng ini.

Lihat tuh parit yang memisahkan tiket masuk umum dan khusus, ngga berefek kan?

Saya bersama ikon Laksamana Cheng Ho yang terkenal itu

Third : Kawasan Kota Lama Semarang

Saya menghargai sekali apapun upayanya hingga bangunan-bangunan ini masih terjaga.

            Ya, inilah yang sebenarnya saya tunggu-tunggu ketika mengunjungi Semarang. Keinginan saya untuk menghabiskan sore sambil berjalan-jalan di kawasan Kota Lama Semarang akhirnya terwujud!. Kota Lama ini menurut sejarahnya, memang merupakan kawasan perkantoran sejak jaman Belanda dulu. Dengan jalannya yang berpaving serta arsitektur bangunan yang masih terjaga ke asliannya, membuat saya benar-benar menikmati suasana sore itu di Kota Lama. Pertama kali, saya dan Ani memilih untuk berleyeh-leyeh sejenak di kawasan stasiun Tawang. Duduk-duduk di sekitar pintu air di depan Stasiun Tawang dengan pemandangan air yang bergerak perlahan dan beberapa orang memancing merupakan kenikmatan tersendiri. Saya pun banyak membahas kenangan masa SMA saya dulu bersama Ani di sana. Hahaha…banyak tawa ketika mengingatnya.

Pintu air di lokasi Stasiun Tawang

Saya berada di seberang Stasiun Tawang
            Setelah leyeh-leyeh dirasa cukup, saya pun kembali menelusuri kawasan Kota Lama ini. Ya, tujuan berikutnya adalah Gereja Blenduk. Siapa sih yang belum pernah mendengarnya? Gereja yang masih terjaga keaslian arsitekturnya ini memang cukup terkenal. Dinamai gereja Blenduk karena bentuk atapnya yang “mblenduk” alias melengkung seperti kubah. Oh ya, sebelum menuju ke sana, saya dan Ani memilih untuk memarkirkan motor kami dan melanjutkan jalan-jalan dengan berjalan kaki. Bagi saya, dengan berjalan kaki, saya akan lebih menikmati suasana sore di Kota Lama ini. Saya pun menyempatkan berfoto di depan gereja yang dapat dikunjungi dari jam 09.00- 16.00 WIB itu, dengan cukup membayar Rp. 10.000,- saja. Sayang, waktu saya berkunjung sedang berlangsung acara gereja yang membuat saya tidak bisa masuk ke dalam untuk melihat sebuah alat musik (saya lupa namanya..hehe) yang terpajang di dinding atas gereja. Well, tapi saya masih bisa berjalan-jalan menikmati Kota Lama ini dengan berjalan kaki. Sedikit tips bagi anda yang memutuskan untuk berjalan kaki mengelilingi kawasan Kota Lama ini yaitu anda wajib berhati-hati terhadap kendaraan yang bersliweran dengan ngebut!, apalagi tidak adanya trotoar di kawasan ini sering membuat saya lupa diri sehingga berjalan dengan santainya. Tak jarang jarak mobil dan motor yang bersliweran itu begitu dekat dengan bahu saya!.

Gereja Blenduk!
            Sebenarnya fasilitas yang disediakan kawasan Kota Lama ini bisa dibilang cukup baik. Bagi anda yang memang tidak ingin berjalan kaki maupun naik kendaraan bermotor karena ingin mendapatkan feel yang lebih, anda bisa menyewa becak-becak yang dapat ditemukan dengan mudah di kawasan ini. Bahkan becak-becak ini berulang kali menawari saya dengan paket keliling Kota Lama. Tapi, saya memilih untuk berjalan kaki saja karena akan lebih leluasa juga untuk sewaktu-waktu mengambil objek yang menarik. Saya pun sempat mengunjungi beberapa bangunan yang menarik seperti Kantor Pos, dan beberapa bangunan lainnya. Oh ya, jika anda berkunjung dengan menggunakan public transport, anda cukup bertanya saja kepada sopir angkot untuk bagaimana caranya menuju pasar Johar, karena lokasi Kawasan Kota Lama ini tidak jauh dari Pasar Johar dan dengan berjalan kaki pun anda sudah sampai di Kawasan Kota Lama ini. Saya sarankan untuk mengunjunginya di waktu menjelang sore, karena bisa dibayangkan sepanas apa jika kita mengunjunginya di siang harinya Kota Semarang. Hehehe..

Sobat saya, Ani bersama layout terbaik Kawasan Kota Lama

Fourth: Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT)

Di tengah senja Masjid Agung Jawa Tengah

            Pemberhentian selanjutnya adalah Masjid Agung Jawa Tengah. Ya, memang baik sekali si Ani yang sudah menjadwalkan jam segini saya harus kemana dan jam segitu saya harus dimana. Hahaha..memang sudah diatur dari awal, kami akan menghabiskan sore di Kawasan Kota Lama, sholat Maghrib di Masjid Agung Jawa Tengah, dan makan malam di Kawasan Kuliner Semawis di Pecinan. Awesome!. Selepas kami berlelah-lelah berjalan kaki di Kawasan Kota Lama, kami pun memutuskan untuk makan sore terlebih dulu di kawasan kampus Undip Plemburan. Ya, kami pun memilih makanan tipe mahasiswa, penyetan-penyetan gitulah. Tapi Thanks God! saya bersyukur sekali hidup dan berkuliah di Jogja, karena murahnya makanan di Jogja memang belum tertandingi.

Arsitektur MAJT yang dominan ungu muda
Bersama Ani, njepret sendiri
            Akhirnya kami pun sampai pada Masjid Agung Jawa Tengah yang berada di Semarang bagian timur ini. Wow, ternyata memang cantik! Tidak hanya dalam ceritanya saja, tapi dalam kenyataannya pun sama cantiknya. Masjid yang memiliki area luas, dengan arsitektur megah dan berwarna dominan ungu muda ini memang indah. Apalagi di pelatarannya terdapat 6 payung raksasa yang menggunakan sistem buka – tutup dengan mesin. Payung-payung ini umumnya akan terbuka ketika sholat Jum’at atau ketika hujan dengan jemaat sholat yang membludak. Saya memiliki jadwal berada di MAJT ini sampai ba’da sholat Isya. Mengapa? Karena selain masjidnya yang indah, menara Al-Husna yang terdapat di masjid ini pun memberikan akses untuk wisatawan menikmati panorama Kota Semarang di malam hari dari lantai 19 nya!

Ini dia, Menara Al-Husna yang dapat diakses oleh wisatawan

Hmm.. saya pun berfoto-foto sejenak di halaman masjid dan kemudian melaksanakan sholat maghrib berjamaah di MAJT ini. Bagi saya ini adalah pengalaman yang menarik, kapan lagi kan?. Selepas isya, ternyata menara masjid sudah dibuka untuk para wisatawan atau pun jemaah yang ingin naik ke lantai 19. Cukup dengan membayar Rp. 5.000,- saja kita sudah diantarkan oleh lift yang berukuran cukup besar menuju lantai 19. Yah, saya dapat jackpot, namanya juga musim hujan, bahkan si Ani sempat berucap “Beruntung nih kamu, biasanya Semarang udah hujan sejak jam 2 siang, hari ini malah malam baru hujan”. Apapun itu saya tetap bersyukur saja. Walaupun sampai di atas menara dalam kondisi hujan dan angin tentunya, saya masih bisa melihat lampu-lampu Kota Semarang dari kejauhan tampakb berkedap-kedip dengan indahnya. Saya pun menunggu hujan di MAJT ini sambil mengobrol dan menikmati snack ringan bersama Ani, mengingat Kawasan Kuliner Semawis di Pecinan baru ramai pukul 20.00 WIB (tapi kalau hujan gini, kami pun sudah bisa menebaknya Haha..).

Full hujan dan angin ketika saya berada di lantai 19 Menara Al-Husna

Fifth : Kawasan Kuliner Semawis, Pecinan

Kawasan Semawis saat hujan, harusnya lebih rame nih!
Ya, inilah tujuan terakhir saya dan Ani dalam jalan-jalan hari pertama kami di Semarang. Hujan yang mengguyur cukup deras, tak menghentikan niat saya untuk mengunjungi kawasan kuliner yang sudah sering disebut oleh banyak orang ini. Karena kapan lagi? Kawasan Semawis ini hanya buka dari hari Jum’at-Minggu mulai pukul 19.30 WIB, padahal besok malamnya saya sudah berada di Ambarawa untuk menginap di rumah Ani. Hujan bagi saya tidak masalah, karena saya memang selalu sedia payung sebelum hujan, Hehehe..apalagi memang berniat untuk jalan-jalan di musim hujan seperti sekarang ini. Saya pun membenarkan tebakan saya. Malam itu, Kawasan Semawis tidak begitu ramai dikarenakan hujan meskipun warung-warung tendanya masih banyak yang buka. Saya sempat mendapatkan literatur kuliner dari kawan saya, Yotania, untuk mencoba Es Marem. Kata Yota sih, dijamin marem. Hahaha..tapi berhubung hujan saya tidak sempat mencari, “Warungnya yang mana ya?” pikir saya.

Ini nih, Mie Cool, yang seger beneerr ^__^

Akhirnya saya pun disarankan oleh Ani untuk mencoba kuliner yang bernama “Mie Cool”. Nah, anda jangan menduga bahwa ini adalah panganan mie yang digoreng dengan minyak berbumbu atau berkuah kaldu. Ini adalah mie dingin atau bisa disebut es mie. Hehe..saya saja sempat penasaran karena panganan jenis ini belum pernah saya temui sebelumnya di Jogja. Perhatikan saja slogan dari Mie Cool ini yang berbunyi “Sensasi Minum Es Pakai Sumpit”.Unik kan?. Mie Cool ini sebenarnya merupakan panganan es yang berisi jeli atau agar-agar beragam bentuk mulai dari mutiara kecil, sedang, besar, bentuk kotak dan yang paling menciri adalah jeli berbentuk mie sehingga kita bisa leluasa menyumpitnya. Hahaha..rasanya pun seger benerrr..!!. Tersedia dalam 13 pilihan rasa, malam itu saya memilih rasa Lychee Blue sementara si Ani memilih rasa coca-cola. Harganya pun standar saja, sekitar Rp. 8.000 – 11.000 tergantung rasa apa yang dipilih. Intinya, jangan lewatkan untuk berkuliner malam di Kawasan Semawis, Pecinan ini ketika anda berlibur di Semarang saat weekend. Beragam kuliner mulai dari masakan cina, sate, sampai jajanan es seunik Mie Cool ini dapat anda temukan di sana.

Saya dan Ani yang diguyur hujan pun masih bisa menikmati Mie Cool  =)

Selesai menikmati kuliner di Kawasan Semawis, saya dan Ani pun bergegas pulang menuju Semarang wilayah atas (Tembalang) mengingat jarak tempuh kami yang lumayan jauh. Jalan-jalan hari pertama saya di Kota Semarang ini mengagumkan, terutama mengenai alokasi waktu yang sudah diatur sedemikian rupa sehingga efektif dan efisien. Thanks to Ani, once again! =). Setibanya di losmen, saya pun bergegas mandi dan tidur mengingat keesokan paginya masih ada wisata pantai, museum dan Lawang Sewu yang menanti saya. Menelusuri Semarang Kota – Hari Satu : Well done!.
           

5 komentar:

  1. hahahahahhaaaa mantapp,, ayo kita jalan-jalan lagi,, hahahahahahaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. asiiikk...tp ada yg kurang,yaitu aku.hehe..
      ga ke gua kreyo to ji??

      Hapus
    2. gua kreyo mana tow??? wkwkwkwkwkkk *katrok.. =.=a

      Hapus
  2. Yota, goa kreyo ki ngendi yo? ak kan mung manut tour guide ku..nah kui, tour guide ku ae ra ngerti bwahahahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. gua di mana kembaran2 mu menanti untuk dijenguk.hehehe...
      lali jeneng daerahe ji...

      Hapus